Cyber Law di Beberapa Negara
Cyber law merupakan salah satu
solusi dalam menangani kejahatan di dunia maya yang kian meningkat jumlahnya.
Cyber law bukan saja keharusan, melainkan sudah merupakan suatu kebutuhan untuk
menghadapi kenyataan yang ada sekarang ini, yaitu banyaknya berlangsung
kegiatan cyber crime. Tetapi cyber law tidak akan terlaksana dengan baik tanpa
didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas dan ahli dalam bidangnya.
Tingkat kerugian yang ditimbulkan dari adanya kejahatan dunia maya ini
sangatlah besar dan tidak dapat dinilai secara pasti berapa tingkat
kerugiannya.
1. Cyber Law Negara Malaysia
Malaysia adalah salah satu negara
yang cukup fokus pada dunia cyber, terbukti Malaysia memiliki Computer Crime
Act (Akta Kejahatan Komputer) 1997, Communication and Multimedia Act (Akta
Komunikasi dan Multimedia) 1998, dan Digital Signature Act (Akta Tandatangan
Digital) 1997.
Digital Signature Act 1997
merupakan cyber law pertama yang disahkan oleh parlemen Malaysia. Tujuan cyber law
ini, adalah untuk memungkinkan perusahaan dan konsumen untuk menggunakan tanda
tangan elektronik (bukan tanda tangan tulisan tangan) dalam hukum dan transaksi
bisnis.
Computer Crimes Act 1997
menyediakan penegakan hukum dengan kerangka hukum yang mencakup akses yang
tidak sah dan penggunaan komputer dan informasi dan menyatakan berbagai hukuman
untuk pelanggaran yang berbeda komitmen.
Para cyber law berikutnya yang
akan berlaku adalah Telemedicine Act 1997. Cyber law ini praktisi medis untuk
memberdayakan memberikan pelayanan medis / konsultasi dari lokasi jauh melalui
menggunakan fasilitas komunikasi elektronik seperti konferensi video.
Dan Communication and Multimedia
Act (Akta Komunikasi dan Multimedia) 1998 yang mengatur konvergensi komunikasi
dan industri multimedia dan untuk mendukung kebijakan nasional ditetapkan untuk
tujuan komunikasi dan multimedia industri.
Communication and Multimedia Act
(Akta Komunikasi dan Multimedia) 1998 kemudian disahkan oleh parlemen untuk
membentuk Malaysia Komisi Komunikasi dan Multimedia yang merupakan peraturan
dan badan pengawas untuk mengawasi pembangunan dan hal-hal terkait dengan komunikasi
dan industri multimedia. Tapi kali ini saya hanya membahas tentang Computer
Crime Act, karena kita lebih fokus pada cyber crime. Secara umum Computer Crime
Act, mengatur mengenai:
- Mengakses material komputer tanpa
ijin
- Menggunakan komputer untuk fungsi
yang lain
- Memasuki program rahasia orang
lain melalui komputernya
- Mengubah / menghapus program atau
data orang lain
- Menyalahgunakan program / data
orang lain demi kepentingan pribadi
2. Cyber Law Negara Singapore
The Electronic Transactions Act
telah ada sejak 10 Juli 1998 untuk menciptakan kerangka yang sah tentang undang-undang
untuk transaksi perdagangan elektronik di Singapore.
ETA dibuat dengan tujuan :
- Memudahkan komunikasi elektronik
atas pertolongan arsip elektronik yang dapat dipercaya.
- Memudahkan perdagangan
elektronik, yaitu menghapuskan penghalang perdagangan elektronik yang tidak sah atas penulisan dan
persyaratan tandatangan, dan untuk mempromosikan pengembangan dari
undang-undang dan infrastruktur bisnis diperlukan untuk menerapkan menjamin mengamankan
perdagangan elektronik.
- Memudahkan penyimpanan secara
elektronik tentang dokumen pemerintah dan perusahaan.
- Meminimalkan timbulnya arsip
alektronik yang sama (double), perubahan yang tidak disengaja dan disengaja
tentang arsip, dan penipuan dalam perdagangan elektronik, dll.
- Membantu menuju keseragaman
aturan, peraturan dan mengenai pengesahan dan integritas dari arsip elektronik,
dan
- Mempromosikan kepercayaan,
integritas dan keandalan dari arsip elektronik dan perdagangan elektronik, dan
untuk membantu perkembangan dan pengembangan dari perdagangan elektronik
melalui penggunaan tandatangan yang elektronik untuk menjamin keaslian dan
integritas surat menyurat yang menggunakan media elektronik.
Di dalam ETA mencakup :
- Kontrak Elektronik. Kontrak
elektronik ini didasarkan pada hukum dagang online yang dilakukan secara wajar
dan cepat serta untuk memastikan bahwa kontrak elektronik memiliki kepastian
hukum.
- Kewajiban Penyedia Jasa Jaringan.
Mengatur mengenai potensi / kesempatan yang dimiliki oleh network service
provider untuk melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti mengambil,
membawa, menghancurkan material atau informasi pihak ketiga yang menggunakan
jasa jaringan tersebut.
- Tandatangan dan Arsip elektronik.
Hukum memerlukan arsip/bukti arsip elektronik untuk menangani kasus-kasus
elektronik, karena itu tandatangan dan arsip elektronik tersebut harus sah
menurut hukum.
Di Singapore masalah tentang
privasi, cyber crime, spam, muatan online, copyright, kontrak elektronik sudah
ditetapkan. Sedangkan perlindungan konsumen dan penggunaan nama domain belum
ada rancangannya, tetapi online dispute resolution sudah terdapat rancangannya.
3. Cyber Law Negara Vietnam
Cyber crime, penggunaan nama
domain, dan kontrak elektronik di Vietnam sudah ditetapkan oleh pemerintah
Vietnam. Sedangkan untuk masalah perlindungan konsumen, privasi, spam, muatan
online, digital copyright, dan online dispute resolution belum mendapat
perhatian dari pemerintah, sehingga belum ada rancangannya.
Di negara seperti Vietnam, hukum
ini masih sangat rendah keberadaannya, hal ini dapat dilihat dari hanya sedikit
hukum-hukum yang mengatur masalah cyber. Padahal masalah seperti spam, perlindungan
konsumen, privasi, muatan online, digital copyright dan ODR sangat penting
keberadaannya bagi masyarakat yang mungkin merasa dirugikan.
4. Cyber Law Negara Thailand
Cyber crime dan kontrak
elektronik di Negara Thailand sudah ditetapkan oleh pemerintahnya. Walaupun
yang sudah ditetapkannya hanya 2, tetapi yang lainnya seperti privasi, spam, digital
copyright dan ODR sudah dalam tahap rancangan.
5. Cyber Law Negara Amerika Serikat
Di Amerika, cyber law yang
mengatur transaksi elektronik dikenal dengan Uniform Electronic Transaction Act
(UETA). UETA adalah salah satu dari beberapa Peraturan Perundang-undangan
Amerika Serikat yang diusulkan oleh National Conference of Commissioners on
Uniform State Laws (NCCUSL).
Sejak itu 47 negara bagian,
Kolombia, Puerto Rico, dan Pulau Virgin US telah mengadopsinya ke dalam hukum
mereka sendiri. Tujuan menyeluruhnya adalah untuk membawa ke jalur hukum negara
bagian yag berbeda atas bidang-bidang seperti retensi dokumen kertas, dan
keabsahan tanda tangan elektronik sehingga mendukung keabsahan kontrak
elektronik sebagai media perjanjian yang layak. UETA 1999 membahas diantaranya
mengenai :
- Pasal 5 :
Mengatur penggunaan dokumen
elektronik dan tanda tangan elektronik
- Pasal 7 :
Memberikan pengakuan legal untuk
dokumen elektronik, tanda tangan elektronik, dan kontrak elektronik.
- Pasal 8 :
Mengatur informasi dan dokumen
yang disajikan untuk semua pihak.
- Pasal 9 :
Membahas atribusi dan pengaruh
dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik.
- Pasal 10 :
Menentukan kondisi-kondisi jika
perubahan atau kesalahan dalam dokumen elektronik terjadi dalam transmisi data
antara pihak yang bertransaksi.
- Pasal 11 :
Memungkinkan notaris publik dan
pejabat lainnya yang berwenang untuk bertindak secara elektronik, secara
efektif menghilangkan persyaratan cap/segel.
- Pasal 12 :
Menyatakan bahwa kebutuhan
“retensi dokumen” dipenuhi dengan mempertahankan dokumen elektronik.
- Pasal 13 :
“Dalam penindakan, bukti dari
dokumen atau tanda tangan tidak dapat dikecualikan hanya karena dalam bentuk
elektronik”
- Pasal 14 :
Mengatur mengenai transaksi
otomatis.
- Pasal 15 :
Mendefinisikan waktu dan tempat
pengiriman dan penerimaan dokumen elektronik.
- Pasal 16 :
Mengatur mengenai dokumen yang
dipindahtangankan.
Perbandingan Cyber Law, Computer Crime Act, Council of Europe
Convention on Cyber Crime
Perkembangan teknologi informasi
dan komunikasi yang pesat pada saat ini dalam pemanfaatan jasa internet juga
mengakibatkan terjadinya kejahatan dunia maya atau yang biasa disebut cyber crime.
Cyber crime merupakan perkembangan dari komputer crime. Rene L. Pattiradjawane menjelaskan
bahwa konsep hukum cyberspace, cyber law, dan cyberline yang dapat menciptakan
komunitas pengguna jaringan internet yang luas (60 juta), yang melibatkan 160
negara telah menimbulkan kegusaran para praktisi hukum untuk menciptakan
pengamanan melalui regulasi, khususnya perlindungan terhadap milik pribadi.
John Spiropoulos mengungkapkan bahwa cyber crime juga memiliki sifat efisien
dan cepat serta sangat menyulitkan bagi pihak penyidik dalam melakukan penangkapan
terhadap pelakunya.
Cyber law adalah sebuah istilah
atau sebuah ungkapan yang mewakili masalah hukum terkait dengan penggunaan
aspek komunikatif, transaksional, dan distributif, dari teknologi serta
perangkat informasi yang terhubung ke dalam sebuah jaringan atau boleh
dikatakan sebagai penegak hukum dunia maya.
Beberapa topik utama diantaranya
adalah perangkat intelektual, privasi, kebebasan berekspresi, dan jurisdiksi,
dalam domain yang melingkupi wilayah hukum dan regulasi.
Cyber law lainnya adalah bagaimana
cara memperlakukan internet itu sendiri. Dalam bukunya yang berjudul Code and
Other Laws of Cyberspace, Lawrence Lessig mendeskripsikan empat mode utama
regulasi internet, yaitu :
1. Law (Hukum)
2. Architecture (Arsitektur)
3. Norms (Norma)
4. Market (Pasar)
Keputusan keamanan sistem
informasi yang paling penting pad saat ini adalah pada tatanan hukum nasional
dalam membentuk undang-undang dunia maya
yang mengatur aktifitas dunia maya termasuk pemberian sanksi pada aktifitas
jahat dan merugikan.
Council of Europe Convention on
Cybercrime (COECCC) merupakan salah satu contoh organisasi internasional yang
bertujuan untuk melindungi masyarakat dari kejahatan di dunia maya, dengan
mengadopsikan aturan yang tepat dan untuk meningkatkan kerjasama internasional
dalam mewujudkan hal ini.
Jadi menurut saya, di antara
ketiga pengertian tersebut mempunyai hubungan yang saling terkait, yaitu untuk
cyber crime merupakan perkembangan dari komputernya itu sendiri, cyber law
merupakan penegak hukumnya (boleh dikatakan sebagai undang-undang) dalam dunia
maya, dan Council of Europe Convention on Cybercrime adalah suatu wadah atau
organisasi yng meilndungi masyarakat dari kejahatan dunia maya.
Dampak Pemberlakukan UU ITE di Indonesia
Kehidupan masayarakat modern yang
serba cepat menjadikan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi menjadi
sesuatu harga mutlak, menjadi sesuatu kebutuhan primer yang setiap orang harus
terlibat di dalamnya kalau tidak mau keluar dari pergaulan masyarakat dunia,
tetapi pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi ini tidak selamanya
dimanfaatkan untuk kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia saja, di sisi
lain teknologi informasi dan komunikasi ini menjadi suatu senjata ampuh untuk
melakukan tindakan kejahatan, seperti marakanya proses prostiutsi, perjudian di
dunia maya (internet), pembobolan ATM lewat internet dan pencurian data-data
perusahan lewat internet, kesemuanya termasuk kedalam penyalahgunaan teknologi
informasi dan komunikasi, atau lebih tepatnya kejahatan penyalahgunaan
transaksi elektronik. Itulah alasannya pemertintah Indonesia menggesahkan UU
ITE (Informasi dan Informasi elektronik) untuk mengatur penggunaan teknologi
informasi secara luas dan tearah, demi terciptanya masyarakat elektronik yang
selalu menerapkan moral dan etika dalam seluruh aspek kehidupanya.
Manfaat pelaksanaan UU ITE :
- Transaksi dan sistem
elektronik beserta perangkat pendukungnya mendapat perlindungan hukum.
Masyarakat harus memaksimalkan manfaat potensi ekonomi digital dan kesempatan
untuk menjadi penyelenggara Sertifikasi Elektronik dan Lembaga Sertifikasi
Keandalan.
- E-tourism mendapat
perlindungan hukum. Masyarakat harus memaksimalkan potensi pariwisata indonesia
dengan mempermudah layanan menggunakan ICT.
- Trafik internet Indonesia
benar-benar dimanfaatkan untuk kemajuan bangsa. Masyarakat harus memaksimalkan
potensi akses internet indonesia dengan konten sehat dan sesuai konteks budaya Indonesia
- Produk ekspor indonesia dapat
diterima tepat waktu sama dengan produk negara kompetitor. Masyarakat harus
memaksimalkan manfaat potensi kreatif bangsa untuk bersaing dengan bangsa lain
Efektifitas UU ITE Terhadap
Tekonologi Informasi
Bila dilihat dari konten UU ITE,
semua hal penting sudah diakomodir dan diatur dalam UU tersebut. UU ITE sudah
cukup komprehensif mengatur informasi elektronik dan transaksi elektronik. Mari
kita lihat beberapa cakupan materi UU ITE yang merupakan terobosan baru. UU ITE
yang mana mengakui Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama
dengan tandatangan konvensional (tinta basah dan materai), alat bukti elektronik
diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHAP, Undang-undang ITE
berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum baik yang berada di
wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia, yang memiliki akibat hukum di
Indonesia. Penyelesaian sengketa juga dapat diselesaiakan dengan metode
penyelesaian sengketa alternatif atau arbitrase. Setidaknya akan ada sembilan
Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksana UU ITE, sehingga UU ini dapat
berjalan dengan efektif.
Dampak UU ITE bagi Kegiatan
Transaksi Elektronik
UU ITE yang disahkan DPR pada 25
Maret lalu menjadi bukti bahwa Indonesia tak lagi ketinggalan dari negara lain
dalam membuat peranti hukum di bidang cyberspace law. Menurut data Inspektorat
Jenderal Depkominfo, sebelum pengesahan UU ITE, Indonesia ada di jajaran
terbawah negara yang tak punya aturan soal cyberspace law. Posisi negeri ini
sama dengan Thailand, Kuwait, Uganda, dan Afrika Selatan.
Tentu saja posisi itu jauh berada
di belakang negara-negara Eropa dan Amerika Serikat. Bahkan beberapa negara
berkembang lainnya, seperti India, Sri Lanka, Bangladesh, dan Singapura,
mendahului Indonesia membuat cyberspace law. Tak mengherankan jika Indonesia
sempat menjadi surga bagi kejahatan pembobolan kartu kredit (carding).
Pengaruh UU ITE
Sekarang kita tahu maraknya
carding atau pencurian kartu kredit di internet berasal dari Indonesia, hal ini
memungkinan Indonesia dipercaya oleh komunitas ”trust” internasional menjadi
sangat kecil sekali. Dengan hadirnya UU ITE, diharapkan bisa mengurangi
terjadinya praktik carding di dunia maya. Dengan adanya UU ITE ini, para
pengguna kartu kredit di internet dari negara kita tidak akan di-black list
oleh toko-toko online luar negeri. Sebab situs-situs seperti www.amazon.com
selama ini masih mem-back list kartu-kartu kredit yang diterbitkan Indonesia,
karena mereka menilai kita belum memiliki cyber law. Nah, dengan adanya UU ITE
sebagai cyber law pertama di negeri ini, negara lain menjadi lebih percaya atau
trust kepada kita.
Dalam Bab VII UU ITE disebutkan:
Perbuatan yang dilarang pasal 27-37, semua Pasal menggunakan kalimat, ”Setiap
orang… dan lain-lain.” Padahal perbuatan yang dilarang seperti: spam, penipuan,
cracking, virus, flooding, sebagian besar akan dilakukan oleh mesin olah
program, bukan langsung oleh manusia. Banyak yang menganggap ini sebagai suatu
kelemahan, tetapi ini bukanlah suatu kelemahan. Sebab di belakang mesin olah
program yang menyebarkan spam, penipuan, cracking, virus, flooding atau
tindakan merusak lainnya tetap ada manusianya, the man behind the machine. Jadi
kita tak mungkin menghukum mesinnya, tapi orang di belakang mesinnya.
Beberapa Hal Mendasar Yang
Berubah Pada Masayarakat
Sejauh ini, adanya UU ITE
setidaknya merubah cara masyrakat dalam melakukan transaksi elektronik, diantaranya:
- Pengaksesan Situs
Porno/Kekerasan/Narkoba
- Transaksi yang diperkuat dengan
Tanda tangan Elektronik
- Penyampaian pendapat dalam dunia
maya
- Penyebaran file/konten berbahaya
(Virus,Spam dll.)
- Pengajuan HAKI terhadap
informasi/dokumen elektronik, demi keterjaminan hak.
- Blog/Tulisan mengandung isi
berbau SARA
- Pengaksesan Illegal, serta
pemakaian software illegal
Sedikit ulasan dari point diatas,
mengacu pada pasal 27-37, hanya akan ditangkap ”Orang Yang Menyebar Virus.”
Tapi tampaknya bukan pembuat virus. Logikanya sederhana, virus tak akan merusak
sistem komputer atau sistem elektonik, jika tidak disebarkan melalui sistem
elektronik. Artinya, bahwa jika sampai virus itu disebarkan, maka si penyebar
virus itu yang akan dikenakan delik pidana. Tentu hal ini harus dibuktikan di
pengadilan bahwa si penyebar virus itu melakukan dengan sengaja dan tanpa hak.
Keseriusan Pemerintah dalam
Menegakkan UU ITE
Sesuai dengan catatan Asosiasi
Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, kejahatan dunia cyber hingga pertengahan
2006 mencapai 27.804 kasus. Itu meliputi spam, penyalahgunaan jaringan
teknologi informasi, open proxy (memanfaatkan kelemahan jaringan), dan carding.
Data dari Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) menunjukkan, sejak tahun 2003
hingga kini, angka kerugian akibat kejahatan kartu kredit mencapai Rp 30 milyar
per tahun. Hal ini tentunya mencoreng nama baik negara, serta hilangnya
kepercayaan dunia terhadap Indonesia.
Untuk itulah pemerintah perlu
serius menangani transaksi elektronik yang sudah merambah berbagai aspek
kehidupan bernegara.
Langkah Pemerintah dalam
Menegakkan UU ITE
Setelah diluncurkan UU ITE, untuk
mencegah agar produk hukum ini tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak
bertanggung jawab dalam memahami cakupan materi dan dasar filosofis, yuridis
serta sosiologis dari UU ITE ini, Departemen Komunikasi dan Informatikan akan
melakukan kegiatan diseminasi informasi kepada seluruh masyarakat, baik lewat
media, maupun kegiatan sosialisasi ke daerah-daerah. Edukasi kepada masyarakat
dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengan menkampanyekan
internet sehat lewat media, membagikan software untuk memfilter situs-situs
bermuatan porno dan kekerasan.
Keterbatasan Pemerintah Dalam
Menangani UU ITE
Untuk sekarang ini, kita belum
bisa menilai apakah UU ITE ini ”kurang”. Kita butuh waktu untuk melihat
penegakannya nanti. Yang pasti, beberapa hal yang belum secara spesifik diatur
dalam UU ITE, akan diatur dalam Peraturan Pemerintah, juga peraturan
perundang-undangan lainnya. Secara keseluruhan, UU ITE telah menjawab
permasalahan terkait dunia aktivitas/ transaksi di dunia maya, sebab selama ini
banyak orang ragu-ragu melakukan transaksi elektronik di dunia maya karena
khawatir belum dilindungi oleh hukum. Hal yang paling penting dalam kegiatan
transaksi elektronik, adalah diakuinya tanda tangan elektronik sebagai alat
bukti yang salah dalam proses hukum. Jadi seluruh pelaku transaksi elektronik
akan terlindungi.
Pada Pasal 31 ayat (3) UU ITE
mengatur lawful interception, tatacara Lawful Interception akan diatur secara
detil dalam Peraturan Pemerintah tentang Lawful Interception. Intinya bahwa
penegak hukum harus mengajukan permintaan penyadapan kepada operator
telekomunikasi, atau internet service provider yang diduga menjadi sarana
komunikasi dalam tindak kejahatan. Jadi permintaan intersepsi tidak dilakukan
kepada Depkominfo.
Sosialisasi UU ITE pada
Masyarakat
Mantan Menteri Komunikasi dan
Informasi (Menkominfo) Mohammad Nuh pernah mengatakan bahwa saat ini masih
terjadi kesalahpahaman dari masyarakat bahwa Undang-undang Informasi dan
Transaksi Elektronik sekadar untuk blocking situs porno, padahal substansinya
melingkupi seluruh transaksi berbasis elektronik yang menggunakan komputer. Sehingga
pihaknya terus berupaya melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai Undang
Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE.
Tanggapan Masyarakat Terhadap UU
ITE
Secara umum masyarakat memandang
UU ITE hanya sebagai formalitas sesaat, yang mana peraturan dan
perundang-undang yang disusun, hanya berlaku jika ada kasus yang mencuat.
Dalam kehidupan sehari-hari baik
masyarakat umum ataupun kaum terpelajar tidak sepenuhnya mematuhi atau
mengindahkan UU ITE ini, terbukti dengan masih tingginya tingkat pelanggaran
cyber, penipuan, ataupun pengaksessan situs porno.
Referensi :