30 April 2015

Cyber Law dan Dampak Pemberlakuan UU ITE

Cyber Law di Beberapa Negara
Cyber law merupakan salah satu solusi dalam menangani kejahatan di dunia maya yang kian meningkat jumlahnya. Cyber law bukan saja keharusan, melainkan sudah merupakan suatu kebutuhan untuk menghadapi kenyataan yang ada sekarang ini, yaitu banyaknya berlangsung kegiatan cyber crime. Tetapi cyber law tidak akan terlaksana dengan baik tanpa didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas dan ahli dalam bidangnya. Tingkat kerugian yang ditimbulkan dari adanya kejahatan dunia maya ini sangatlah besar dan tidak dapat dinilai secara pasti berapa tingkat kerugiannya.

1. Cyber Law Negara Malaysia
Malaysia adalah salah satu negara yang cukup fokus pada dunia cyber, terbukti Malaysia memiliki Computer Crime Act (Akta Kejahatan Komputer) 1997, Communication and Multimedia Act (Akta Komunikasi dan Multimedia) 1998, dan Digital Signature Act (Akta Tandatangan Digital) 1997.
Digital Signature Act 1997 merupakan cyber law pertama yang disahkan oleh parlemen Malaysia. Tujuan cyber law ini, adalah untuk memungkinkan perusahaan dan konsumen untuk menggunakan tanda tangan elektronik (bukan tanda tangan tulisan tangan) dalam hukum dan transaksi bisnis.
Computer Crimes Act 1997 menyediakan penegakan hukum dengan kerangka hukum yang mencakup akses yang tidak sah dan penggunaan komputer dan informasi dan menyatakan berbagai hukuman untuk pelanggaran yang berbeda komitmen.
Para cyber law berikutnya yang akan berlaku adalah Telemedicine Act 1997. Cyber law ini praktisi medis untuk memberdayakan memberikan pelayanan medis / konsultasi dari lokasi jauh melalui menggunakan fasilitas komunikasi elektronik seperti konferensi video.
Dan Communication and Multimedia Act (Akta Komunikasi dan Multimedia) 1998 yang mengatur konvergensi komunikasi dan industri multimedia dan untuk mendukung kebijakan nasional ditetapkan untuk tujuan komunikasi dan multimedia industri.
Communication and Multimedia Act (Akta Komunikasi dan Multimedia) 1998 kemudian disahkan oleh parlemen untuk membentuk Malaysia Komisi Komunikasi dan Multimedia yang merupakan peraturan dan badan pengawas untuk mengawasi pembangunan dan hal-hal terkait dengan komunikasi dan industri multimedia. Tapi kali ini saya hanya membahas tentang Computer Crime Act, karena kita lebih fokus pada cyber crime. Secara umum Computer Crime Act, mengatur mengenai:
- Mengakses material komputer tanpa ijin
- Menggunakan komputer untuk fungsi yang lain
- Memasuki program rahasia orang lain melalui komputernya
- Mengubah / menghapus program atau data orang lain
- Menyalahgunakan program / data orang lain demi kepentingan pribadi

2. Cyber Law Negara Singapore
The Electronic Transactions Act telah ada sejak 10 Juli 1998 untuk menciptakan kerangka yang sah tentang undang-undang untuk transaksi perdagangan elektronik di Singapore.
ETA dibuat dengan tujuan :
  1. Memudahkan komunikasi elektronik atas pertolongan arsip elektronik yang dapat dipercaya.
  2. Memudahkan perdagangan elektronik, yaitu menghapuskan penghalang perdagangan elektronik yang tidak sah atas penulisan dan persyaratan tandatangan, dan untuk mempromosikan pengembangan dari undang-undang dan infrastruktur bisnis diperlukan untuk menerapkan menjamin mengamankan perdagangan elektronik.
  3. Memudahkan penyimpanan secara elektronik tentang dokumen pemerintah dan perusahaan.
  4. Meminimalkan timbulnya arsip alektronik yang sama (double), perubahan yang tidak disengaja dan disengaja tentang arsip, dan penipuan dalam perdagangan elektronik, dll.
  5. Membantu menuju keseragaman aturan, peraturan dan mengenai pengesahan dan integritas dari arsip elektronik, dan
  6. Mempromosikan kepercayaan, integritas dan keandalan dari arsip elektronik dan perdagangan elektronik, dan untuk membantu perkembangan dan pengembangan dari perdagangan elektronik melalui penggunaan tandatangan yang elektronik untuk menjamin keaslian dan integritas surat menyurat yang menggunakan media elektronik.


Di dalam ETA mencakup :
  • Kontrak Elektronik. Kontrak elektronik ini didasarkan pada hukum dagang online yang dilakukan secara wajar dan cepat serta untuk memastikan bahwa kontrak elektronik memiliki kepastian hukum.
  • Kewajiban Penyedia Jasa Jaringan. Mengatur mengenai potensi / kesempatan yang dimiliki oleh network service provider untuk melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti mengambil, membawa, menghancurkan material atau informasi pihak ketiga yang menggunakan jasa jaringan tersebut.
  • Tandatangan dan Arsip elektronik. Hukum memerlukan arsip/bukti arsip elektronik untuk menangani kasus-kasus elektronik, karena itu tandatangan dan arsip elektronik tersebut harus sah menurut hukum.


Di Singapore masalah tentang privasi, cyber crime, spam, muatan online, copyright, kontrak elektronik sudah ditetapkan. Sedangkan perlindungan konsumen dan penggunaan nama domain belum ada rancangannya, tetapi online dispute resolution sudah terdapat rancangannya.

3. Cyber Law Negara Vietnam
Cyber crime, penggunaan nama domain, dan kontrak elektronik di Vietnam sudah ditetapkan oleh pemerintah Vietnam. Sedangkan untuk masalah perlindungan konsumen, privasi, spam, muatan online, digital copyright, dan online dispute resolution belum mendapat perhatian dari pemerintah, sehingga belum ada rancangannya.
Di negara seperti Vietnam, hukum ini masih sangat rendah keberadaannya, hal ini dapat dilihat dari hanya sedikit hukum-hukum yang mengatur masalah cyber. Padahal masalah seperti spam, perlindungan konsumen, privasi, muatan online, digital copyright dan ODR sangat penting keberadaannya bagi masyarakat yang mungkin merasa dirugikan.

4. Cyber Law Negara Thailand
Cyber crime dan kontrak elektronik di Negara Thailand sudah ditetapkan oleh pemerintahnya. Walaupun yang sudah ditetapkannya hanya 2, tetapi yang lainnya seperti privasi, spam, digital copyright dan ODR sudah dalam tahap rancangan.

5. Cyber Law Negara Amerika Serikat
Di Amerika, cyber law yang mengatur transaksi elektronik dikenal dengan Uniform Electronic Transaction Act (UETA). UETA adalah salah satu dari beberapa Peraturan Perundang-undangan Amerika Serikat yang diusulkan oleh National Conference of Commissioners on Uniform State Laws (NCCUSL).
Sejak itu 47 negara bagian, Kolombia, Puerto Rico, dan Pulau Virgin US telah mengadopsinya ke dalam hukum mereka sendiri. Tujuan menyeluruhnya adalah untuk membawa ke jalur hukum negara bagian yag berbeda atas bidang-bidang seperti retensi dokumen kertas, dan keabsahan tanda tangan elektronik sehingga mendukung keabsahan kontrak elektronik sebagai media perjanjian yang layak. UETA 1999 membahas diantaranya mengenai :
- Pasal 5 :
Mengatur penggunaan dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik
- Pasal 7 :
Memberikan pengakuan legal untuk dokumen elektronik, tanda tangan elektronik, dan kontrak elektronik.
- Pasal 8 :
Mengatur informasi dan dokumen yang disajikan untuk semua pihak.
- Pasal 9 :
Membahas atribusi dan pengaruh dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik.
- Pasal 10 :
Menentukan kondisi-kondisi jika perubahan atau kesalahan dalam dokumen elektronik terjadi dalam transmisi data antara pihak yang bertransaksi.
- Pasal 11 :
Memungkinkan notaris publik dan pejabat lainnya yang berwenang untuk bertindak secara elektronik, secara efektif menghilangkan persyaratan cap/segel.
- Pasal 12 :
Menyatakan bahwa kebutuhan “retensi dokumen” dipenuhi dengan mempertahankan dokumen elektronik.
- Pasal 13 :
“Dalam penindakan, bukti dari dokumen atau tanda tangan tidak dapat dikecualikan hanya karena dalam bentuk elektronik”
- Pasal 14 :
Mengatur mengenai transaksi otomatis.
- Pasal 15 :
Mendefinisikan waktu dan tempat pengiriman dan penerimaan dokumen elektronik.
- Pasal 16 :
Mengatur mengenai dokumen yang dipindahtangankan.


Perbandingan Cyber Law, Computer Crime Act, Council of Europe Convention on Cyber Crime
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang pesat pada saat ini dalam pemanfaatan jasa internet juga mengakibatkan terjadinya kejahatan dunia maya atau yang biasa disebut cyber crime. Cyber crime merupakan perkembangan dari komputer crime. Rene L. Pattiradjawane menjelaskan bahwa konsep hukum cyberspace, cyber law, dan cyberline yang dapat menciptakan komunitas pengguna jaringan internet yang luas (60 juta), yang melibatkan 160 negara telah menimbulkan kegusaran para praktisi hukum untuk menciptakan pengamanan melalui regulasi, khususnya perlindungan terhadap milik pribadi. John Spiropoulos mengungkapkan bahwa cyber crime juga memiliki sifat efisien dan cepat serta sangat menyulitkan bagi pihak penyidik dalam melakukan penangkapan terhadap pelakunya.
Cyber law adalah sebuah istilah atau sebuah ungkapan yang mewakili masalah hukum terkait dengan penggunaan aspek komunikatif, transaksional, dan distributif, dari teknologi serta perangkat informasi yang terhubung ke dalam sebuah jaringan atau boleh dikatakan sebagai penegak hukum dunia maya.
Beberapa topik utama diantaranya adalah perangkat intelektual, privasi, kebebasan berekspresi, dan jurisdiksi, dalam domain yang melingkupi wilayah hukum dan regulasi.
Cyber law lainnya adalah bagaimana cara memperlakukan internet itu sendiri. Dalam bukunya yang berjudul Code and Other Laws of Cyberspace, Lawrence Lessig mendeskripsikan empat mode utama regulasi internet, yaitu :
1. Law (Hukum)
2. Architecture (Arsitektur)
3. Norms (Norma)
4. Market (Pasar)

Keputusan keamanan sistem informasi yang paling penting pad saat ini adalah pada tatanan hukum nasional dalam membentuk undang-undang  dunia maya yang mengatur aktifitas dunia maya termasuk pemberian sanksi pada aktifitas jahat dan merugikan.
Council of Europe Convention on Cybercrime (COECCC) merupakan salah satu contoh organisasi internasional yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari kejahatan di dunia maya, dengan mengadopsikan aturan yang tepat dan untuk meningkatkan kerjasama internasional dalam mewujudkan hal ini.
Jadi menurut saya, di antara ketiga pengertian tersebut mempunyai hubungan yang saling terkait, yaitu untuk cyber crime merupakan perkembangan dari komputernya itu sendiri, cyber law merupakan penegak hukumnya (boleh dikatakan sebagai undang-undang) dalam dunia maya, dan Council of Europe Convention on Cybercrime adalah suatu wadah atau organisasi yng meilndungi masyarakat dari kejahatan dunia maya.


Dampak Pemberlakukan UU ITE di Indonesia
Kehidupan masayarakat modern yang serba cepat menjadikan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi menjadi sesuatu harga mutlak, menjadi sesuatu kebutuhan primer yang setiap orang harus terlibat di dalamnya kalau tidak mau keluar dari pergaulan masyarakat dunia, tetapi pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi ini tidak selamanya dimanfaatkan untuk kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia saja, di sisi lain teknologi informasi dan komunikasi ini menjadi suatu senjata ampuh untuk melakukan tindakan kejahatan, seperti marakanya proses prostiutsi, perjudian di dunia maya (internet), pembobolan ATM lewat internet dan pencurian data-data perusahan lewat internet, kesemuanya termasuk kedalam penyalahgunaan teknologi informasi dan komunikasi, atau lebih tepatnya kejahatan penyalahgunaan transaksi elektronik. Itulah alasannya pemertintah Indonesia menggesahkan UU ITE (Informasi dan Informasi elektronik) untuk mengatur penggunaan teknologi informasi secara luas dan tearah, demi terciptanya masyarakat elektronik yang selalu menerapkan moral dan etika dalam seluruh aspek kehidupanya.

Manfaat pelaksanaan UU ITE :
  1. Transaksi dan sistem elektronik beserta perangkat pendukungnya mendapat perlindungan hukum. Masyarakat harus memaksimalkan manfaat potensi ekonomi digital dan kesempatan untuk menjadi penyelenggara Sertifikasi Elektronik dan Lembaga Sertifikasi Keandalan.
  2. E-tourism mendapat perlindungan hukum. Masyarakat harus memaksimalkan potensi pariwisata indonesia dengan mempermudah layanan menggunakan ICT.
  3. Trafik internet Indonesia benar-benar dimanfaatkan untuk kemajuan bangsa. Masyarakat harus memaksimalkan potensi akses internet indonesia dengan konten sehat dan sesuai konteks budaya Indonesia
  4. Produk ekspor indonesia dapat diterima tepat waktu sama dengan produk negara kompetitor. Masyarakat harus memaksimalkan manfaat potensi kreatif bangsa untuk bersaing dengan bangsa lain


Efektifitas UU ITE Terhadap Tekonologi Informasi
Bila dilihat dari konten UU ITE, semua hal penting sudah diakomodir dan diatur dalam UU tersebut. UU ITE sudah cukup komprehensif mengatur informasi elektronik dan transaksi elektronik. Mari kita lihat beberapa cakupan materi UU ITE yang merupakan terobosan baru. UU ITE yang mana mengakui Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama dengan tandatangan konvensional (tinta basah dan materai), alat bukti elektronik diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHAP, Undang-undang ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia, yang memiliki akibat hukum di Indonesia. Penyelesaian sengketa juga dapat diselesaiakan dengan metode penyelesaian sengketa alternatif atau arbitrase. Setidaknya akan ada sembilan Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksana UU ITE, sehingga UU ini dapat berjalan dengan efektif.

Dampak UU ITE bagi Kegiatan Transaksi Elektronik
UU ITE yang disahkan DPR pada 25 Maret lalu menjadi bukti bahwa Indonesia tak lagi ketinggalan dari negara lain dalam membuat peranti hukum di bidang cyberspace law. Menurut data Inspektorat Jenderal Depkominfo, sebelum pengesahan UU ITE, Indonesia ada di jajaran terbawah negara yang tak punya aturan soal cyberspace law. Posisi negeri ini sama dengan Thailand, Kuwait, Uganda, dan Afrika Selatan.
Tentu saja posisi itu jauh berada di belakang negara-negara Eropa dan Amerika Serikat. Bahkan beberapa negara berkembang lainnya, seperti India, Sri Lanka, Bangladesh, dan Singapura, mendahului Indonesia membuat cyberspace law. Tak mengherankan jika Indonesia sempat menjadi surga bagi kejahatan pembobolan kartu kredit (carding).

Pengaruh UU ITE
Sekarang kita tahu maraknya carding atau pencurian kartu kredit di internet berasal dari Indonesia, hal ini memungkinan Indonesia dipercaya oleh komunitas ”trust” internasional menjadi sangat kecil sekali. Dengan hadirnya UU ITE, diharapkan bisa mengurangi terjadinya praktik carding di dunia maya. Dengan adanya UU ITE ini, para pengguna kartu kredit di internet dari negara kita tidak akan di-black list oleh toko-toko online luar negeri. Sebab situs-situs seperti www.amazon.com selama ini masih mem-back list kartu-kartu kredit yang diterbitkan Indonesia, karena mereka menilai kita belum memiliki cyber law. Nah, dengan adanya UU ITE sebagai cyber law pertama di negeri ini, negara lain menjadi lebih percaya atau trust kepada kita.
Dalam Bab VII UU ITE disebutkan: Perbuatan yang dilarang pasal 27-37, semua Pasal menggunakan kalimat, ”Setiap orang… dan lain-lain.” Padahal perbuatan yang dilarang seperti: spam, penipuan, cracking, virus, flooding, sebagian besar akan dilakukan oleh mesin olah program, bukan langsung oleh manusia. Banyak yang menganggap ini sebagai suatu kelemahan, tetapi ini bukanlah suatu kelemahan. Sebab di belakang mesin olah program yang menyebarkan spam, penipuan, cracking, virus, flooding atau tindakan merusak lainnya tetap ada manusianya, the man behind the machine. Jadi kita tak mungkin menghukum mesinnya, tapi orang di belakang mesinnya.

Beberapa Hal Mendasar Yang Berubah Pada Masayarakat
Sejauh ini, adanya UU ITE setidaknya merubah cara masyrakat dalam melakukan transaksi elektronik, diantaranya:
- Pengaksesan Situs Porno/Kekerasan/Narkoba
- Transaksi yang diperkuat dengan Tanda tangan Elektronik
- Penyampaian pendapat dalam dunia maya
- Penyebaran file/konten berbahaya (Virus,Spam dll.)
- Pengajuan HAKI terhadap informasi/dokumen elektronik, demi keterjaminan hak.
- Blog/Tulisan mengandung isi berbau SARA
- Pengaksesan Illegal, serta pemakaian software illegal

Sedikit ulasan dari point diatas, mengacu pada pasal 27-37, hanya akan ditangkap ”Orang Yang Menyebar Virus.” Tapi tampaknya bukan pembuat virus. Logikanya sederhana, virus tak akan merusak sistem komputer atau sistem elektonik, jika tidak disebarkan melalui sistem elektronik. Artinya, bahwa jika sampai virus itu disebarkan, maka si penyebar virus itu yang akan dikenakan delik pidana. Tentu hal ini harus dibuktikan di pengadilan bahwa si penyebar virus itu melakukan dengan sengaja dan tanpa hak.

Keseriusan Pemerintah dalam Menegakkan UU ITE
Sesuai dengan catatan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, kejahatan dunia cyber hingga pertengahan 2006 mencapai 27.804 kasus. Itu meliputi spam, penyalahgunaan jaringan teknologi informasi, open proxy (memanfaatkan kelemahan jaringan), dan carding. Data dari Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) menunjukkan, sejak tahun 2003 hingga kini, angka kerugian akibat kejahatan kartu kredit mencapai Rp 30 milyar per tahun. Hal ini tentunya mencoreng nama baik negara, serta hilangnya kepercayaan dunia terhadap Indonesia.
Untuk itulah pemerintah perlu serius menangani transaksi elektronik yang sudah merambah berbagai aspek kehidupan bernegara.

Langkah Pemerintah dalam Menegakkan UU ITE
Setelah diluncurkan UU ITE, untuk mencegah agar produk hukum ini tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dalam memahami cakupan materi dan dasar filosofis, yuridis serta sosiologis dari UU ITE ini, Departemen Komunikasi dan Informatikan akan melakukan kegiatan diseminasi informasi kepada seluruh masyarakat, baik lewat media, maupun kegiatan sosialisasi ke daerah-daerah. Edukasi kepada masyarakat dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengan menkampanyekan internet sehat lewat media, membagikan software untuk memfilter situs-situs bermuatan porno dan kekerasan.

Keterbatasan Pemerintah Dalam Menangani UU ITE
Untuk sekarang ini, kita belum bisa menilai apakah UU ITE ini ”kurang”. Kita butuh waktu untuk melihat penegakannya nanti. Yang pasti, beberapa hal yang belum secara spesifik diatur dalam UU ITE, akan diatur dalam Peraturan Pemerintah, juga peraturan perundang-undangan lainnya. Secara keseluruhan, UU ITE telah menjawab permasalahan terkait dunia aktivitas/ transaksi di dunia maya, sebab selama ini banyak orang ragu-ragu melakukan transaksi elektronik di dunia maya karena khawatir belum dilindungi oleh hukum. Hal yang paling penting dalam kegiatan transaksi elektronik, adalah diakuinya tanda tangan elektronik sebagai alat bukti yang salah dalam proses hukum. Jadi seluruh pelaku transaksi elektronik akan terlindungi.
Pada Pasal 31 ayat (3) UU ITE mengatur lawful interception, tatacara Lawful Interception akan diatur secara detil dalam Peraturan Pemerintah tentang Lawful Interception. Intinya bahwa penegak hukum harus mengajukan permintaan penyadapan kepada operator telekomunikasi, atau internet service provider yang diduga menjadi sarana komunikasi dalam tindak kejahatan. Jadi permintaan intersepsi tidak dilakukan kepada Depkominfo.

Sosialisasi UU ITE pada Masyarakat
Mantan Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Mohammad Nuh pernah mengatakan bahwa saat ini masih terjadi kesalahpahaman dari masyarakat bahwa Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik sekadar untuk blocking situs porno, padahal substansinya melingkupi seluruh transaksi berbasis elektronik yang menggunakan komputer. Sehingga pihaknya terus berupaya melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE.

Tanggapan Masyarakat Terhadap UU ITE
Secara umum masyarakat memandang UU ITE hanya sebagai formalitas sesaat, yang mana peraturan dan perundang-undang yang disusun, hanya berlaku jika ada kasus yang mencuat.
Dalam kehidupan sehari-hari baik masyarakat umum ataupun kaum terpelajar tidak sepenuhnya mematuhi atau mengindahkan UU ITE ini, terbukti dengan masih tingginya tingkat pelanggaran cyber, penipuan, ataupun pengaksessan situs porno.


Referensi :


Tidak ada komentar:

Posting Komentar