7 Mei 2012

Ketimpangan Sosial Akar Masalah di Papua

Hampir semua kekayaan tanah Papua dikuasai pemodal dan pihak luar.

Tanah Papua selalu bergejolak. Pertikaian dan konflik sosial hampir terjadi tiap hari di pulau paling timur Indonesia itu. Masyarakat pun tidak henti menuntut kemerdekaan. Mereka tidak puas dengan bergabung ke NKRI.

Menurut Uskup Timika Mgr John Philip Saklil, penyebab semua gejolak itu adalah ketimpangan sosial yang tajam terjadi di Papua. Ketimpangan terjadi hampir di semua lini kehidupan masyarakat.

"Yang kaya semakin kaya, sementara yang miskin terus melarat. Yang parahnya adalah masyarakat yang kaya itu kebanyakan pendatang, sedangkan masyarakat lokal terpinggirkan," tuturnya.

Ketimpangan sosial juga berupa dikuasainya hampir semua kekayaan tanah Papua oleh pemodal dan pihak luar. Sedangkan, masyarakat lokal tidak diberi akses atau kesempatan untuk menguasai kekayaannya karena tidak punya modal dan kekuatan.

"Anehnya, hasil kekakayaan itu tidak dinikmati masyarakat lokal. Masyarakat tetap saja terisolir dan miskin. Sementara masyarakat pendatang seperti karyawan PT Freeport menikmati gaji yang sangat tinggi dan hidup sangat mewah," tandasnya.

Ketimpangan lain berujud pola hidup para elit dan pejabat di Papua. Mereka hidup sangat mewah, sedangkan masyarakat di pedesaan hidup melarat. Pembangunan tidak sampai ke desa atau kampung tetapi menumpuk di kota dan hanya dinikmati segelintir orang.

"Kalau dibawa ke persentasi, angka ketimpangan mencapai 75 persen. Ini yang menimbulkan gejolak. Ketimpangan terjadi di berbagai segi dengan investor besar dan masyarakat pendatang satu sisi dan masyarakat lokal di sisi lain. Tidak ada upaya adanya pemerataan pembangunan di tanah Papua," kata John di Jakarta, tadi malam.

Ia mengemukakan itu sebagai hasil analisisnya setelah delapan tahun memimpin Keuskupan Timikia. Sebagai putra asli Timikia, dia juga sangat memahami dan mengetahui persoalan yang terjadi di Papua.

Pentingnya Pengendalian Sosial di Masyarakat

Tujuan pengendalian penyimpangan sosial adalah terciptanya suatu keadaan yang serasi antara stabilitas dan perubahan di dalam masyarakat. Sebelum terjadi perubahan, dalam masyarakat sudah terkondisi suatu keadaan yang stabil, selaras, seimbang dan sebagainya. Dengan adanya perubahan menyebabkan terjadi keadaan yang tidak stabil. Tujuan pengendalian penyimpangan sosial untuk memulihkan keadaan yang serasi seperti sebelum terjadinya penyimpangan .

Ada 4 cakupan pengendalian penyimpangan sosial yaitu:

  1. pengendalian sosial antar individu;
  2. pengendalian sosial individu terhadap kelompok;
  3. pengendalian sosial kelompok terhadap individu;
  4. pengendalian sosial antar kelompok.
Hal rawan di atas bukan mustahil akan makin meluas memasuki era globalisasi dengan arus informasi berteknologi canggih yang kian membanjiri kehidupan masyarakat kita. Nilai-nilai pragmatisme dan  materialisme yang diusungnya tak pelak akan memengaruhi kehidupan masyarakat. Inilah barangkali yang perlu direnungkan semua pihak, terutama oleh para tokoh agama dan tokoh masyarakat. Kondisi ini tentu amat mencekam. Terutama bila mengingat perubahan sosial yang berdimensi penyimpangan sosial dalam beragam bentuknya itu mengibas di kalangan remaja dan anak-anak kita yang tiada lain merupakan tunas-tunas dan harapan bangsa Indonesia.  Usaha mengatasi penyimpangan  sosial dengan pengendalian penyimpangan sosial antara lain :
·            Mempertebal keimanan dengan pendidikan keagamaan
Menurut  Peter L Berger (1991), agama perlu dijadikan acuan bagi humanisasi kehidupan manusia, yang berarti sebagai peneguhan terhadap nilai-nilai yang fitri berupa proses pembersihan jiwa dari kotoran-kotoran nafsu dan perilaku hewaniah. Dalam konteks inilah pentingnya penanaman kepastian akan nilai-nilai dan norma-norma kehidupan.
·            Menciptakan kondisi dalam keluarga yang sehat dan harmonis
Upaya ini dapat dilakukan dengan cara : memantapkan penanaman kehidupan beragama dalam keluarga, meluangkan waktu berkumpul bersama seluruh keluarga, menjalin hubungan komunikasi yang baik antar anggota keluarga, dan membiasakan musyawarah bersama untuk menyelesaikan suatu masalah
·            Menciptakan lingkungan sekolah yang baik dalam proses belajar mengajar
Hal ini dapat dicapai dengan cara :  menyediakan sarana dan prasarana untuk belajar, meningkatkan mutu guru , kurikulum sekolah disesuaikan kemampuan siswa dan kondisi setempat, menerapkan sanksi tegas bagi siswa yang melanggar tata tertib sekolah , dan pembentukan satgas pengendalian tawuran antar sekolah  kota-kota besar seperti di Jabodetabek.
·            Menciptakan suasana kondusif dalam lingkungan masyarakat
Mengkondisikan peran serta perangkat setempat, aparat kamtibmas, tokoh masyarakat, pemuda dan anggota masyarakat lainnya untuk dapat mewujudkan keamanan, ketertiban, bebas dari rasa takut dari segala bentuk kerawanan , dengan cara :  membebaskan lingkungan dari pusat penjudian, pengedaran alcohol, narkotika, pusat hiburan yang berakibat kerawanan sosial, dan lain sebagainya.
Ada juga cara lain yang dapat mencegah segala bentuk penyakit sosial antara lain : terapi (menemukan masalah kemudian mengatasinya secara bertahap) dan rehabilitasi (memulihkan nama baik, tidak mengucilkan diri dan memberikan rasa empati kepada pelaku sehingga tidak terjerumus lagi pada penyimpangan yang sama ).

Penyembuhan penyimpangan sosial (perilaku sosial )ini ternyata tidak mudah. Kita pun berpikir bahwa penyembuhan penyimpangan sosial dan sekaligus pengembangan kompetensi kearifan-kearifan sosial yang paling strategis adalah lewat jalur pendidikan. Walau, tentunya, hasil usaha ini memerlukan waktu untuk dapat dirasakan. Dewasa ini mulai disadari betapa pentingnya peran kecerdasan sosial dan kecerdasan emosi bagi seseorang dalam usahanya meniti karier di masyarakat, lembaga, atau perusahaan. Banyak orang sukses yang kalau kita cermati ternyata mereka memiliki kemampuan bekerja sama, berempati, dan pengendalian diri yang menonjol


Sumber : http://sosbud.kompasiana.com/2012/05/07/pentingnya-pengendalian-sosial-di-masyarakat/

Pendidikan Jadi Eskalator Naiknya Kehidupan Sosial

Yogyakarta --- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh mengatakan, pendidikan adalah sebuah sistem yang bisa mengubah harkat dan martabat manusia. “Pendidikan yang baik juga dijadikan eskalator untuk menaikkan kehidupan sosial masyarakat,” ujar Mendikbud dalam seminar pendidikan bertema “Membangun Pancasila Melalui Pendidikan”, di Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa, Yogyakarta, Selasa (1/05).

Pentingnya pendidikan, kata Mendikbud, harus ditandai dengan tingkat kecerdasan masyarakat. Masyarakat yang cerdas memiliki ciri khusus. Salah satunya, mampu menyelesaikan masalah tanpa perlu biaya tinggi, dan tidak mempermasalahkan lagi persoalan yang ada. “Kalau orang cerdas, setiap ketemu masalah pasti yang akan dipikirkan adalah solusinya, bukan malah mencari masalah baru,” tuturnya.

Mendikbud mengimbau kepada Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa untuk ikut menumbuhkan optimisme terhadap pendidikan di kalangan masyarakat Yogyakarta pada umumnya. Dia yakin, bahwa dengan optimisme tersebut akan mendorong universitas ini mencetak generasi penerus yang handal.

Seminar yang dihadiri Mendikbud tersebut dibuka Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X. Hadir pula anggota Dewan Pertimbangan Presiden Bidang Pendidikan dan Kebudayaan Meutia Hatta.


Sumber : http://www.kemdiknas.go.id/kemdikbud/berita/307

Ketidakpastian Picu Masyarakat Mudah Marah

JAKARTA, KOMPAS.com - Masyarakat Indonesia saat ini semakin mudah marah dan melancarkan kekerasan di ruang publik, meski hanya dipicu oleh hal-hal sepele. Perilaku agresif itu akibat tekanan akibat berbagai ketidakpastian di negeri ini, mulai dari hukum, politik, sosial, dan ekonomi.

"Kita lihat, naluri-naluri merusak dan kemarahan terpendam masyarakat kita mudah keluar di ruang publik," kata pengajar filsafat di Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara, Romo Muji Sutrisno, di Jakarta, Minggu (6/5/2012).

Penilaian itu diungkapkan sebagai respons atas berbagai kasus kekerasan di ruang publik belakangan ini. Sebut saja, antara lain, munculnya geng motor pita kuning pasca pembunuhan Kelasi Arifin Sirih, bentrok sebagian anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian di Gorontalo, anggota TNI menganiaya pengendara motor di Palmerah, atau pengusaha menodongkan pistol kepada pelayan kafe.

Bagi Muji Sutrisno, masyarakat saat ini semakin kehilangan tokoh panutan yang baik. Tokoh atau lembaga yang diharapkan memberikan teladan dan kearifan, ternyata sebagian justru menjadi bagian dari masalah. Sulit mencari sosok yang benar-benar bisa dipercaya, mulai dari pemerintah, agamawan, politikus, pengusaha, bahkan sampai tokoh masyarakat.

"Kondisi seperti ini bisa disebut sebagai distrust society alias masyarakat yang kehilangan kepercayaan," katanya. Kondisi itu kian menjadi-jadi karena media, terutama televisi, juga mempertontonkan kekerasan.

Kekerasan di politik, ekonomi, sosial, bahkan agama. Jika dibiarkan, bangsa ini bisa kehilangan moralitas, etika, dan kearifan. Ini menumbuhkan krisis keyakinan pada nurani, akal budi, dan jalan damai. Orang hanya percaya pada kekuasaan.

"Ruang publik kehilangan moral dan berlakulah hukum rimba. Pada tingkat paling parah, manusia akan saling memangsa atau homo homini lupus," katanya.

Depresi sosial dan masyarakat tanpa kepercayaan ini harus diantisipasi. Negara harus memberdayakan dirinya untuk memenuhi tanggung jawab menjalankan pemerintahan yang baik. Hukum ditegakkan dengan adil, demokrasi membela kepentingan rakyat, tingkatkan kesejahteraan rakyat, dan kembalikan moralitas dan kearifan.

"Kita harus kembali pada tujuan didirikannya negara Indonesia, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Hidup bersama diatur oleh demokrasi dan hukum yang mengabdi pada kepentingan publik dan keadilan. Tumbuhkan peradaban yang beretika, penuh kearifan, dan berkebudayaan," katanya.


Sumber : http://nasional.kompas.com/read/2012/05/07/06155827/Ketidakpastian.Picu.Masyarakat.Mudah.Marah.

Masalah Sosial dan Kesadaran Sosialnya

Semua kita tahu bahwa bulan Mei itu bulan penuh sejarah bagi bangsa kita. Pada awal Mei, 1 Mei, kita menghadapi Hari Internasional Buruh –bangsa Indonesia sejatinya terbentuk dari mental buruh atau bekerja sama-sama sembari canda-tawa- Selain itu, ada Harkitnas, Hardiknas, Peringatan Marsinah, dan hari-hari penting reformasi 1998. Begitulah sejarah yang tercecer pada bulan Mei ini. Ceceran sejarah itu, selain jadi reflektif sosial, merupakan simbol sosial dalam bangsanya. Sejarah itu adalah penanda dari suatu petanda.

Simbol tersebut ibarat cermin. Ketika kita becermin, kita akan melihat siapa diri kita yang sebenarnya. Apakah di wajah kita ada noda, apakah di wajah kita ada jerawat, apakah di wajah kita ada luka, atau menarik atau tidak menarikkah wajah kita. Itulah sekelumit pencerminan tadi. Karena dengan cerminlah kita bisa menyesuaikan diri, baik itu menyesuaikan diri terhadap lingkungan maupun menyesuaikan diri terhadap pasangan.

Sesungguhnya, ceceran sejarah tadi merupakan masalah-masalah sosial yang takkunjung usai, atau setidaknya menemui titik klimaks –ibarat ingin mencium kekasih, selalu saja ada gangguan-. Misalnya, sejarah Hardiknas, sebuah momentum perjuangan pendidikan bagi bangsa Indonesia –kala itu masih Nusantara- yang dilakukan oleh Bung Oetomo. Buktinya, IPM (Indeks Pembangunan Manusia) atau HDI (Human Development Index) kita masih jauh tertinggal dibandingkan negara-negara Asia lainnya, apalagi dibandingkan negara-negara di dunia. Pendidikan sebagai salah satu unsur penting terhadap pembangunan sosial belum pernah mencapai titik puncaknya terbaiknya, kecuali dalam hal kontribusi guru ke Malaysia ketika Malaysia gencar membangun negaranya melalui pendidikan.

Ada banyak masalah sosial yang masih kita hadapi sampai saat ini, setelah 60 tahun lebih merdeka. Selain permasalahan yang ada di dalam cermin yang disebut di atas, masalah-masalah sosial lainnya yang sedang kita hadapi, misalnya korupsi, kemacetan, konflik antarwarga, konflik antar kelompok, hingga permasalahan fundamen itu semua, yakni kemiskinan.

Dalam kehidupan bernegara, titik permasalahan sosial seperti ini memang ada pada titik tertinggi di struktur sosial, yakni pemerintah (negara). Hal ini sudah sering diungkap di dalam tulisan-tulisan pada umumnya. Di sini, dalam tulisan ini, saya akan menyoroti titik permasalahannya pada individu (unsur pembentuk sosial).

Dalam konteks ekspansi kapitalisme di berbagai lini saat ini, termasuk di dalam pikiran pejabat dalam menjalankan fungsi jabatannya, dehumanisasi adalah satu dampak sosial yang patut dicermati. Dehumanisasi merupakan suatu sifat yang merusak atau menghancurkan sifat kemanusiawian. Rakyat-dehumanisasi tadi akan hidup semakin liar ibarat hewan liar –semakin ia dibebaskan semakin ia membuas-. Salah satu wujudnya adalah membeludaknya kepemilikan kenderaan pribadi. Dalam satu rumah saja kita temui ada tiga atau empat mobil, apalagi motor. Padahal, anggota keluarganya hanya tiga orang. Mobil-mobil tersebut cuma sebatas konsumsi makna tanpa melihat fungsi, sebab tidak menyesuaikan orang yang ada terhadap ketersediaan fasilitas di mobilnya. Sehingga, hal itu, merusak nilai-nilai empati sesama individu-manusia karena saling berebut memiliki mobil –harta- sebanyak-banyaknya, tanpa memikirkan kesempatan orang lain untuk memilikinya.

Ketidaksederhaan sikap mendasari hal di atas. Ibaratnya, seseorang yang sudah memegang nasi padang di tangan kanannya masih ingin nasi bakar menu special. Kesederhanaan merupakan cara hidup yang manusiawi. Artinya, kita hidup sesuai kebutuhan saja, baik kebutuhan sendiri maupun kebutuhan keluarganya. Mengapa kita pilih hidup sederhana sesuai kebutuhan masing-masing saja? Dari itulah, kesadaran tiap-tiap individu sangat penting dicanangkan di pikiran masing-masing.

Kesadaran pun bukan semata-mata tumbuh begitu saja. Perlu adanya peran pemerintah. Pun proses kesadaran didorong oleh tiap-tiap individu itu sendiri, tentunya dengan kesadaran yang berbasis pengetahuan. Misalnya, menanamkan kesadaran tersebut ke dalam materi pengajaran peserta didik. Dengan kesadaran berbasis pengetahuan itu, berarti kita telah memahami mana yang benar dan tepat serta mana yang salah dan tidak tepat. Bila kita tahu pembedaan seperti itu, mental kita pun (sebagai rakyat) secara otomatis tidak akan menjadi mental infantil (mental yang menguntungkan penguasa-kekuasaan) Hal ini serupa adigum klasik, berani karena benar takut karena salah.

Jadi, kembali ke awal ulasan, dengan kesadaran seperti itu sebagai modal becermin (red: melihat sejarah) kita akan mudah menyesuaikan diri untuk menyejahterakan rakyat tanpa masuk ke lubang sejarah. Selayaknya orang becermin, setelah membersihkan diri dan memahami diri, maka ke mana pun kita pergi akan merasa yakin (Pede) sehingga mampu menguasai lingkungan maupun menguasai tujuan. Dengan begitu pula konteks sosial dengan kesadaran sosialnya di dalam melihat sejarah, otomatis kita menguasai tujuan bersama tanpa terjerumus ke ‘lubang hitam’ sejarah.

Masyarakat Alami Depresi Sosial

JAKARTA, KOMPAS.com - Berbagai kekerasan di ruang publik belakangan ini menggambarkan, masyarakat Indonesia mengalami depresi sosial atau ketertekanan bersama-sama dan meluas.

"Masyarakat saat ini merasa tidak nyaman, tertekan, bahkan frustasi atas keadaan yang serba tidak pasti dalam berbagai hal," kata sosiolog dari Universitas Indonesia (UI) Thamrin Amal Tomagola, di Jakarta, Minggu (6/5/2012).

Komentar itu terkait berbagai kasus kekerasan di ruang publik yang kian marak belakangan ini. Sebut saja, antara lain, munculnya geng motor pita kuning pasca pembunuhan Kelasi Arifin Sirih, bentrok sebagian anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian di Gorontalo, anggota TNI menganiaya pengendara motor di Palmerah, atau pengusaha menodongkan pistol kepada pelayan kafe.

Thamrin Amal Tumagola mengungkapkan, depresi sosial itu dipicu oleh negara yang lemah, demokrasi dibajak elite, hukum tidak adil, dan ekonomi yang dikuasai pemodal. Negara sebagai penyelenggara pemerintahan lemah, dan mengeluarkan kebijakan yang nyata-nyata untuk kesejahteraan rakyat.

Demokrasi dikuasai elite politik untuk kepentingan sendiri. Hukum yang diharapkan memberikan keadilan justru mempertontonkan ketidakadilan. Kekuasaan dan modal dianggap bisa membeli hukum. Ekonomi juga dimonopoli oleh pemilik modal besar.

"Negara gagal memenuhi tanggung jawabnya kepada rakyat, tak mampu memberikan kenyamanan, keadilan, keamanan, dan kesejahteraan. Masyarakat stress dengan keadaan ini sehingga memicu depresi sosial," katanya.

Depresi itu ditunjukkan dengan mudahnya meletup kekerasan di ruang publik. Dipicu oleh hal-hal sepela saja, perilaku sebagian masyarakat menjadi agresif. Karena tak yakin masalah bisa diselesaikan oleh hukum dengan adil, akhirnya banyak orang yang mengambil jalan pintas dan main hakim sendiri.

"Kondisi itu semakin parah ketika muncul arogansi sejumlah anggota TNI atau Polri yang main kekuasaan. Situasi ini harus segera diatasi dengan memperbaiki semua faktor pemicu depresi. Jika dibiarkan, ini akan mudah memicu konflik lebih besar," katanya.


Sumber : http://nasional.kompas.com/read/2012/05/07/05563975/Masyarakat.Alami.Depresi.Sosial.

Antara Realita Sosial Masyarakat dan Politik Menjelang Pilkada

Pantura (Pantai Utara) adalah bagian yang tak terpisahkan dari Kabupaten Tangerang. Dalam perkembangannya, Pantura masih dihadapkan pada persoalan-persoalan yang berkaitan dengan prioritas kebutuhan masyarakat dari sektor infrastruktur jalan, pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Kenyataan ini menyebabkan lahirnya kondisi sosial-masyarakat yang kurang maksimal dan optimal terutama dalam hal kesejahteraan ekonomi masyarakat.

Tentunya hal ini menjadi tanggungjawab kita bersama untuk bangkit dari persoalan tersebut dengan melakukan upaya dan langkah strategis dalam menentukan solusi terbaik untuk menyelesaikan masalah tersebut. Tanpa itu, Pantura akan semakin termarginalkan dan jauh dari peradaban zaman yang berkeadilan sosial sebagaimana diamanatkan UUD 1945 dan Pancasila.

Pemerintah dalam hal ini dipandang perlu dan penting untuk benar-benar menerima dan melaksanakan participary budgeting secara maksimal dan optimal. Kondisi yang dialami masyarakat saat ini adalah bahwa masyarakat berada dalam posisi partisipasi yang keliru dimana Pemerintah melibatkan masyarakat dalam pembangunan hanya untuk didengar suaranya tanpa betul-betul memberi peluang bagi mereka untuk ikut mengambil keputusan.

Inilah realita yang terjadi, masyarakat cenderung dijadikan pelengkap yang hanya terlibat dalam acara-acara seremonial perencanaan pembangunan (;seperti Musrenbang). Idealnya dalam participary budgeting ini, sejumlah stakeholder termasuk masyarakat diberikan kesempatan yang proporsional untuk turut serta mendiskusikan, menganalisis, memprioritaskan dan memantau keputusan tentang anggaran belanja Pemerintah khususnya anggaran yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat secara langsung. Dan kita sering menelan ludah ketika kita melihat hasil keputusan belanja dalam APBD/APBN yang tidak jarang lebih mementingkan Belanja Dinas ketimbang Belanja Publik.

Ironinya, Dewan Perwakilan Rakyat, baik ditingkat Pusat maupun Daerah yang memiliki Hak Budgeting terhadap rencana penggunaan anggaran belanja seolah-olah telah berjuang keras untuk membela kepentingan masyarakat sebagaimana sering dielu-elukan dalam setiap kampanyenya sebelum terpilih menjadi Anggota Legislatif, tapi pada kenyataannya program pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah kurang berpihak pada mayoritas penduduk tidak mampu (pro poor programe).

Realita bahwa sebagian besar masyarakat Pantura masih rendah tingkat kesejahteraan sosialnya kemudian menjadi Komoditas Politik yang dijadikan sebagai simbol-simbol perjuangan kepentingan politik, baik secara pribadi-pribadi maupun secara kolektif oleh Partai Politik demi melanggenggkan kepentingannya. Ujung-ujungnya, ketika kepentingan politik telah diraih, masyarakat kembali berstatus sebagai objek pelengkap dan penderita.

Tahun 2012 akan ditutup dengan sebuah pesta demokrasi Pemilihan Bupati Kabupaten Tangerang. Sadar atau tidak sadar, suka atau tidak suka, masyarakat akan dihadapkan pada beberapa pilihan aspirasi guna menentukan masa depan Kabupaten Tangerang. Sebut saja dari sekian banyaknya spanduk yang bergambar tokoh politik maupun tokoh masyarakat dan terpampang dijalan-jalan, memungkinkan untuk menjadi Calon Bupati Tangerang secara tidak langsung menggambarkan adanya publikasi yang mengajak masyarakat untuk melihat, menilai atau mengarahkan pada sebuah pilihan, baik dalam konteks Partai maupun pribadi bagi kepentingan pemilihan Bupati Tangerang 2012 [;terselubung].

Seiring dengan itu pula, ketidakberdayaan masyarakat dalam pemahaman demokrasi akhirnya menjadi lahan subur untuk mendoktrin mereka dengan menerapkan nilai-nilai demokrasi [;politik] yang dianggap bersinergi dengan kepentingan politik itu sendiri. Masyarakat tidak diajarkan dengan pemahaman yang mendidik. Maka hampir dapat dipastikan, masyarakat akan didik demokrasi [;politik] menjelang Pemilihan Bupati Tangerang 2012 dengan pemahaman mie instan, minyak sayur, beras dan tidak menutup kemungkinan pula dengan uang [;money politics].

Sangat sulit untuk melawan pemahaman politik semacam itu, karena disisi lain, rendahnya kesejahteraan masyarakat secara tidak langsung telah membentuk pola hidup masyarakat yang konsumtif. Maka tidak jarang, masyarakat akhirnya terbiasa dengan pola itu dan terkesan mebenarkan pemahaman politik dengan cara-cara itu. Dan yang paling menyedihkan, masyarakat menyimpulkannya dengan sebuah kalimat : yang dipilih adalah yang memberikan mie instan, minyak sayur, beras atau uang.

Pemilihan Bupati Tangerang Tahun 2012 adalah sebagai moment penting bagi kita untuk melakukan introspeksi diri, re-orientasi dan pemahaman politik yang terukur, terarah dan seimbang. Jika kita melupakan aspek itu, maka kita harus siap dengan konsekuensi yang dihadapi. Siapapun atau Partai manapun yang mencalonkan Bupati Tangerang 2012 sejatinya adalah putra terbaik Tangerang yang memiliki akuntability dan acceptability yang mumpuni disamping harus menjunjung tinggi moral bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta memiliki nilai-nilai luhur agama.

Pantura [Antara Realita Sosial Masyarakat dan Politik Menjelang Pilkada Kabupaten Tangerang 2012] adalah sebuah renungan untuk kita semua bahwa perubahan harus menuju kearah yang lebih baik. Tentunya akan sangat rugi dan naïf jika kepemimpinan Kabupaten Tangerang kedepan malah tidak jauh lebih baik dari saat ini. Kabupaten Tangerang memiliki ketersediaan dan kemampuan sumber daya yang cukup tinggi, baik Sumber Daya Alam [SDA] maupun Sumber Daya Manusia [SDM]. Kuncinya adalah bahwa Pemimpin Kabupaten Tangerang kedepan harus memiliki moral yang tinggi jika ingin Kabupaten Tangerang lebih baik.

Sebagai uraian terakhir, disatu sisi realita sosial masyarakat Pantura harus menjadi pekerjaan rumah Bupati Tangerang yang akan datang dan harus diselesaikan secara bertahap dan berkelanjutan, disisi lain pemilihan Bupati Kabupaten Tangerang 2012 harus mampu dijadikan sebagai sarana pemahaman demokrasi [;politik] yang mendidik agar masyarakat tidak bertahan pada budaya poltik yang keliru. Yang pasti, semuanya adalah tanggung jawab kita bersama

5 Mei 2012

Kesenjangan Sosial

A.Abstrak
Kesenjangan sosial merupakan sesuatu yang menjadi sebuah momok atau tugas besar bagi pemerintah untuk diselesaikan. Dimana kesenjangan sosial merupakan masalah yang sukar untuk diselesaikan kerena menyangkut aspek-aspek yang harus diketahui secara mendalam dan pendekatan lebih dalam serta adanya saling keterkaitan berbagai aspek. Kesenjangan sosial sebuah keadaan ketidak seimbangan sosial yang ada di masyarakat misalnya antara si kaya dan si miskin. Kesenjangan sosial dipengaruhi beberapa foktor yaitu:
a. Kemiskinan
Menurut Robert Chambers bahwa inti kemiskinan terletak pada kondisi yang disebut deprivation trap atau perangkap kemiskinan. Perangkap itu terdiri dari: 1. Kemiskinan itu sendiri;2.Kelemahan fisik;3.Keterasingan atau kadar isolas;4.Kerentaan;5. Ketidakberdayaan.Ciri-ciri kebudayaan kemiskinan atau pemikiran kemiskinan:(1)fatalisme, (2) rendahnya tingkat aspirasi,(3) rendahnya kemauan mengejar sasaran, (4) kurang melihat kemajuan pribadi , (5) perasaan ketidak berdayaan/ketidakmampuan,(6) Perasaan untuk selalu gagal,(7) Perasaan menilai diri sendiri negatif, (8) Pilihan sebagai posisi pekerja kasar, dan (9) Tingkat kompromis yang menyedihkan. Kemiskinan merupakan penyebab utama dari terjadinya kesenjangan sosial yang banyak di dalam masyarakat.
b.sempitnya lapangan pekerjaan
Sempinya lapangan pekerjaan menjadi foktor kesenjangan karena dengan lapangan pekerjaan yang sempit sehingga banyak pengangguran serta berdampak pada perekonomian yang rendah.Pemecahan dan Solusi Kesenjangan Sosial Di Indonesia. Meminimalis (KKN) dan memberantas korupsi dalam upaya meningkatan kesejahter masyarakat. Pemerintah telah membentuk suatu lembaga yang bertugas memberantas (KKN) di Indonesia. Indonesia telah mulai berbenah diri namun dalam beberapa kasus soal korupsi KPK dinilai masih tebang pilih dalam menindak masalah korupsi. Misalnya kasus tentang bank century belum menemukan titik terang dan seolah-olah mengakiri kasus itu. Pemerintah harus selalu berbenah diri karena dengan meminimaliskan (KKN) yang terjadi mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan dana yang ada.Meningkatkan system keadilan di Indonesia serta melakukan pengawasan yang ketat terhadap mafia hukum. Masih banyak mafia hukum merajarela di Indonesia itu yang semakin membuat kesenjangan sosial di Indonesia makin mencolok.
Kata kunci: Kesenjangan sosial, pemerintah, kemiskinan.
A. PENDAHULUAN

a) Latar Belakang
Kesenjangan sosial merupakan sesuatu yang menjadi pekerjaan bagi pemerintah yang butuh perhatian yang lebih. Kesenjangan sosial yang terjadi dalam masyarakat sangatlah mencolok dan makin memprihatinkan yang perlu di bahas serta dicari penyebab-penyebab terjadinya suatu kesenjangan sosial. Kesenjangan sosial yang muncul dalam masyarakat perlunya sebuah keberanian dalam pengungkapanpannya. Sehingga kesenjangan sosial menjadi topic yang menarik serta bagus untuk dipaparkan dalam pengambilan judul ini. Terjadi tindakan-tindakkan yang sangat mencolok misalnya dalam kasus akhir-akhir tentang gimana seorang koruptor besar yang mendapat fasilitas yang sangat baik dalam tahanan,sedangkan seorang pencuri ayam di tahan dengan tidak layak. Disini sangatlah kelihatan perbedaannya antara orang kaya atau penguasa dengan orang miskin atau rakyat kecil.
b) Perumusan masalah
Kesenjangan sosial sering terjadi dalam masyarakat dan akhir-akhir ini sangatlah mencolok(sangat kelihatan dengan nyata). Kesenjangan sosial yang ada di masyarakat semakin memprihatinkan.
C.Pembahasan
a).Pengertian Kesenjangan Sosial
Kesenjangan sosial adalah suatu keadaan ketidak seimbangan sosial yang ada di masyarakat yang menjadikan suatu perbedaan yang sangat mencolok. Dalam hal kesenjangan sosial sangatlah mencolok dari berbagai aspek misalnya dalam aspek keadilanpun bisa terjadi. Antara orang kaya dan miskin sangatlah dibedaan dalam aspek apapun, orang desa yang merantau dikotapun ikut terkena dampak dari hal ini,memang benar kalau dikatakan bahwa “ Yang kaya makin kaya,yang miskin makin miskin”. Adanya ketidak pedulian terhadap sesama ini dikarenakan adanya kesenjangna yang terlalu mencolok antara yang “kaya” dan yang “miskin”. Banyak orang kaya yang memandang rendah kepada golongan bawah,apalagi jika ia miskin dan juga kotor,jangankan menolong,sekedar melihatpun mereka enggan.

Disaat banyak anak-anak jalanan yang tak punya tempat tinggal dan tidur dijalanan, namun masih banyak orang yang berleha-leha tidur di hotel berbintang ,banyak orang diluar sana yang kelaparan dan tidak bisa memberi makan untuk anak-anaknya tapi lebih bnyak pula orang kaya sedang asyik menyantap berbagai makanan enak yang harganya selangit….. Disaat banyak orang-orang miskin kedinginan karena pakaian yang tidak layak mereka pakai,namun banyak orang kaya yang berlebihan membeli pakaian bahkan tak jarang yang memesan baju dari para designer seharga 250.000 juta,dengan harga sebnyak itu seharusnya sudah dapat memberi makan orang-orang miskin yang kelaparan.
Pemerintah harusnya lebih memperhatikan masalah yang seperti ini,pembukaan UUD 45 bahkan telah memberi amanat kepada pemerintah untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan bangsa,harusnya orang-orang yang berada di pemerintahan lebih serius untuk memikirkan kepentingan bangsa yang memang sudah menjadi tanggung jawab mereka,tapi dari kasus-kasus yang sekarang ini tentang para anggota pemerintahan yang melakukan korupsi dapat menunjukan bahwa tidak sedkit dari mereka masih memikirkan kepentingannya masing-masing,uang dan biaya yang seharusnya untuk kemakmuran masyarakat dimakan oleh mereka sendiri.Kalaupun pada akhirnya mereka mendapatkan hukuman itu bukanlah “hukuman” yang sebenarnya,banyak dari mereka masih tetap hidup mewah walaupun mereka dalam kurungan penjara yang seharusny memebuat mereka jera.

Kemiskian memang bukan hanya menjadi masalah di Negara Indonesia, bahkan Negara majupun masih sibuk mengentaskan masalah yang satu ini. Kemiskinan memang selayaknya tidak diperdebatkan tetapi diselesaikan. Akan tetapi kami yakin : “du chocs des opinion jaillit la verite”. “ Dengan benturan sebuah opini maka akan munculah suatu kebenaran “. Dengan kebenaran maka keadilan ditegakkan, dan apabila keadilan ditegakkan kesejateraan bukan lagi menjadi sebuah impian akan tetapi akan menjadi sebuah kenyataan.



Menurut Robert Chambers bahwa inti kemiskinan terletak pada kondisi yang disebut deprivation trap atau perangkap kemiskinan. Perangkap itu terdiri dari :
1. Kemiskinan itu sendiri
2. Kelemahan fisik
3. Keterasingan atau kadar isolasi
4. Kerentaan
5. Ketidakberdayaan
Semua unsur itu terkait satu sama lain sehingga merupakan perangkap kemiskinan yang benar – benar berbahaya dan mematikan, serta mempersulit rakyat miskin untuk bangkit dari kemiskinannya.
Menarik kita intip kembali masalah kemiskinan di Indonesia yang pada tahun 2005 jumlahnya 35,100 juta jiwa ( 15,97 % ), tahun 2006 jumlahnya 39,300 juta jiwa ( 17,75 % ), tahun 2007 berjumlah 37,130 ( 16,58 % ) ( sumber BPS ). Menurut World Bank penduduk Indonesia yang masih dibawah garis kemiskinan sebanyak 49 % pada tahun 2007 atau berpendapan di bawah 2 dollar AS per hari ( ketentuan garis kemiskinan versi World Bank ). Memang terjadi suatu perbedaan antara BPS dan World Bank, dikarenakan indicator yang digunakan untuk menghitung garis kemiskinan pun berbeda. Sampai sekarang masih terjadi perdebatan antara para pengamat ekonomi tentang metodologi penghitungan kemiskinan menurut BPS. Terlepas dari perdebatan tersebut kita tengah dipertontonkan fakta yang cukup menakutkan berupa angka kemiskinan yang masih sangat tinggi sekali.
Factor – factor internal dan eksternal orang miskin pun semakin membuat kehidupan yang mereka jalani semakin sulit. Adapun factor internal orang miskin diantaranya : tingkat pendidikan yang rendah, kebodohan, sikap apatis orang miskin terhadap segala kebijakan pemerintah, dll. Dan inilah ( factor internal ) yang selama ini dijadikan salah satu alasan pemerintah, mengapa kemiskinan sulit dientaskan. Sebetulnya masih ada factor eksternal yang seharusnya pemerintah juga memperhatikan dan mencermati, yang kami anggap juga tak kalah menyulitkan bagi orang miskin. Adapun factor eksternal diantaranya pembangunan yang selama ini tidak berpihak kepada orang miskin, distribusi pendapatan Negara yang tidak merata, penggusuran dengan / tanpa kompensasi, kesenjangan social – ekonomi. Kita memang mempunyai orang terkaya se- Asia Tenggara versi Globe Asia akan tetapi kita juga dihadapkan dengan fakta yang menyedihkan tentang meninggalnya seorang anak balita di Makassar karena tidak diperiksakan dan dirawat di rumah sakit setelah 1 bulan menderita sakit, dikarenakan tidak mampu membayar biaya kesehatan ( Kompas, 2/11 ). Ini lah salah satu wujud kesenjangan social – ekonomi yang sudah sangat parah. Menarik juga mengangkat tentang sertifikasi dan isu kenaikan gaji guru yang sekarang sedang menjadi bahan perbincangan di kalangan masyarakat. Tugas seorang guru memang berat dan penuh amanat, akan tetapi gaji seorang guru dengan golongan terendah sekalipun jikalau kita hitung masih diatas 2 dollar per hari. Dan mereka bukan termasuk salah satu dari 49% orang miskin versi World Bank. Dan saya rasa memang belum saatnya jikalau gaji guru dinaikkan, mengingat kondisi perekonomian di Negara kita dan ketakutan akan semakin lebarnya jurang kesenjangan antara yang Miskin dan tidak Miskin, masih sangat banyak orang di sekeliling kita yang berpenghasilan jauh dibawah 2 Dollar per hari, seperti: buruh tani, buruh pabrik, kuli, dan masih banyak lagi.
Dengan dana pendidikan 20% dari APBN, alangkah baiknya pemerintah mengalokasikan dana tersebut untuk diprioritaskan pada sarana pendidikan baik dari infrastruktur sekolah, akses sekolah, biaya pendidikan yang terjangkau bagi orang miskin. Jikalau distribusi dana pendidikan lancar, niscaya jurang kesenjangan social – ekonomi yang Miskin dan Miskin akan berkurang.
Dan andaikata para konglomerat ( termasuk para elite pemerintahan ), mau berkorban, mengabdi kepada rakyat niscaya akan tumbuh sebuah rasa “senasib sepenanggungan” sehingga akan tercipta apa yang dinamakan “sama rasa sama rata” sehingga akan mewujudkan sebuah masyarakat yang sosialis – demokratis. Suatu masyarakat yang menjunjung tinggi hak – hak azasi manusia tanpa adanya perbedaan kelas.
Kemiskinan menjadi foktor terbesar kesengjangan sosial yang menjadi momok dalam kehidupan masyarakat. Saat melihat berita pagi ini tentang kemewahan sebuah penjara para pejabat dan koruptor-koruptor, serta orang-orang memiliki banyak uang, sungguh membuat saya cukup terkejut. Bagaimana tidak? Penjara yang seharusnya menjadi tempat hukuman bagi mereka yang bersalah, serta menjadi tempat untuk merenungi kesalahannya, dijadikan tempat tinggal yang mewah, layaknya sebuah hotel berbintang 5 atau bahkan sebuah apartemen mewah. Hal ini sungguh ironi. Disaat rakyat negeri ini masih berjuang agar kemiskinan di negeri kita bisa lebih menyusut, para lakon di atas malahan hidup bermewah-mewahan di dalam penjara. Dulu, saya pernah menuliskan sebuah artikel yang berisi tentang Kesaktian Pancasila telah hilang. Namun, saat ini bisa dikatakan bahwa Pancasila tidak lagi menjadi dasar negara kita ini. Namun hanya sebagai simbol. Jika para koruptor, pejabat, serta orang-orang yang memiliki uang banyak hidup dalam kemewahan, serta dengan masa tahanan yang cukup singkat, berbeda dengan rakyat kecil yang harus hidup sengsara dalam penjara hanya karena melakukan sebuah kejahatan kecil saja. Sebagai contoh, seorang pencuri ayam atau jemuran akan mendapatkan hukuman dari masyarakat, yaitu dengan dipukuli beramai-ramai, sementara saat masuk penjara, mereka juga mendapatkan siksaan dari para sipir penjara. Namun, seorang koruptor yang mencuri miliaran rupiah uang negara, bisa hidup bermewah-mewahan serta mendapatkan pelayanan khusus yang cukup istimewa dari pihak penjara tersebut. Apalagi kalau bukan uang yang menjadi hal yang paling utama? Bagi mereka, uang bisa membeli apapun. Bahkan bisa membeli hukum sekalipun. Namun, bagi rakyat kecil yang tidak memiliki uang, mereka hanya bisa pasrah menerima hukuman yang diterimanya.
Kesenjangan sosial seperti inilah yang selalu menjadi momok dan juga penyakit di negara kita ini. Selain itu, terdengar kabar bahwa PKI atau Partai Komunis Indonesia akan bangkit melalui situs jejaring sosial Facebook. PKI akan memanfaatkan kesenjangan sosial seperti ini untuk berkembang di Indonesia. Jika kita tidak bisa menghilangkan kesenjangan sosial ini, bisa dikatakan, PKI akan tumbuh dengan subur. Hal ini sempat saya baca di sebuah situs berita internet. Jadi, jika tidak ingin partai komunis ini tumbuh di negara kita, marilah kita semua mulai untuk menghilangkan kesenjangan sosial diantara kita. Demi terciptanya Bangsa Indonesia yang adil dan makmur.
Jika para koruptor, pejabat, serta orang-orang yang memiliki uang banyak hidup dalam kemewahan, serta dengan masa tahanan yang cukup singkat, berbeda dengan rakyat kecil yang harus hidup sengsara dalam penjara hanya karena melakukan sebuah kejahatan kecil saja. Sebagai contoh, seorang pencuri ayam atau jemuran akan mendapatkan hukuman dari masyarakat, yaitu dengan dipukuli beramai-ramai, sementara saat masuk penjara, mereka juga mendapatkan siksaan dari para sipir penjara. Namun, seorang koruptor yang mencuri miliaran rupiah uang negara, bisa hidup bermewah-mewahan serta mendapatkan pelayanan khusus yang cukup istimewa dari pihak penjara tersebut. Apalagi kalau bukan uang yang menjadi hal yang paling utama? Bagi mereka, uang bisa membeli apapun.
b). Kesenjangan Sosial yang Terjadi Di Indonesia
Pembukaan UUD-45 mengamanatkan pemerintah Indonesia agar memajukan kesejahteraan umum mencerdaskan bangsa. Jiwa dan semangat Pasal 33 UUD-45 menghendaki agar semua produksi dan faktor produksi serta hak-milik perseorangan haruslah mempunyai fungsi sosial untuk sebesar-besarnya kemakmuran bersama. Islam menghendaki agar masing-masing memiliki kepekaan sosial. Agar masing-masing memikirkan memperhatikan mengupayakan peningkatan keadaan sosial ekonomi budaya bersama . Agar masing-masing memanfa’atkan sebagian rezeki penghasilan pendapatan kekayaan kepintaran kesempatan kekuatan kemampuan utk kepentingan bersama. Menabur menebar jasa. Menyebarkan beragai kebajikan dan kebaikan. Namun semuanya itu tinggal dalam impian. Tak pernah terwujud dalam kenyataan. Pemerintah penyelenggara negara baik Presiden dan para Menterinya Ketua MPR dan para angotanya semuanya sama sekali tak punya kepekaan sosial. Menghabiskan uang milyaran rupiah utk kunjungan beberapa hari ke luar negeri di tengah-tengah rakyat banyak yg kesulitan mendapatkan Uang seribu rupiah satu hari dianggap wajar. Tak pernah terbayangkan berapa jumlah para orang terlantar dapat diselamatkan dengan uang milyaran rupiah itu . Yang dijadikan alasan pembenarannya adalah bahwa dengan kunjungannya ke luar negeri itu akan mengalir modal dari luar negeri triliyunan rupiah untuk membuka lapangan kerja dan untuk meningkatkan pendapatan rakyat banyak. Apa benar untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat banyak atau hanya utk keuntungan para pemodal dan suruhannya ? Benar hanya orang-orang besar saja yang lbh banyak meni’mati kekayaan alam dan hasil bumi Indonesia. Merekalah yang telah meni’mati surga Indonesia dan surga dunia. Sedikit sekali pejabat-pejabat yang bermental baik. Betapa tidak di tengah krisis ekonomi yang berkepanjangan ini masih banyak orang-orang kaya dengan belanja mewah bahkan super mewah seolah tidak perduli dengan di sekelilingnya mereka para orang-orang pinggiran. Bahkan kebanyakan tidak peduli. Meskipun semua orang berteriak-teriak tentang ambruknya perekonomian dan makin miskinnya rakyat yang sudah setara dengan negara miskin di Afrika penjualan mobil mewah seperti Jaguar berharga di atas Rp 1 milyar Bentley Aarnage Roll Royce atau Ferrari dan sejenisnya terus meningkat tiap tahun. Hal ini ditandai dgn derasnya impor mobil mewah. “Untuk tahun ini dari bulan Januari sampai Juli jumlahnya hampir 4.000 unit” kata Ketua Umum Asosiasi Importir Kendaraan Bermotor Indonesia Budiman Sirod. Mengendarai mobil semewah itu plus segala aksesori yang melekat dalam gaya hidup kaum hedonis itu tentu saja tidak murah. Hal itu tampak pada jajaran mobil yang terparkir di restoran kelas atas yang banyak bertaburan di kawasan Kemang Jakarta Selatan. Di William Cafe misalnya bisa ditemukan menu makanan seharga Rp 350-500 ribu. Bahkan bila ditambah dgn wine bisa merogoh kantong sampai Rp 8 juta. Di kawasan Kemang itu juga Resto Toscana khas Italia menyediakan sajian menu untuk dua orang yg cukup fantastis seharga Rp 750.000. Bagi kelompok peni’mat hidup seperti ini harga tak lagi menjadi soal krn untuk sebotol minuman Chateau Paris bisa dihargai sampai Rp 18 juta sebotol. Mengiringi semua itu tentu saja pakaian yang melekat di tubuh mereka juga harus sepadan harganya. Untuk sepotong busana Armani atau Prada misalnya harus merogoh Rp 2-8 juta. Untuk rancangan lokal Adji Notonegoro saja sepotong busana bisa berharga Rp 2-20 juta. Melengkapi gaya hidup itu tidak lengkap jika tidak melilitkan jam tangan bermerek seperti Bulgary atau Christian Dior yang harganya Rp 12-20 juta sebuah. Bahkan di pusat perbelanjaan Sogo sebuah jam ada yang berharga sampai Rp 500 juta. Tempat kongkow-kongkow kelompok super ini tentu saja tak sembarangan. Biasanya mereka terlihat mengobrol di klub cerutu yang tumbuh pesat akhir-akhir ini di beberapa hotel berbintang. Sebatang cerutu Monte Cristo atau Cohibe harganya mencapai Rp 200.000. Bahkan jenis cerutu kelas atas yang diproduksi Havana Kuba misalnya bisa mencapai US$ 100 per batang. Bagi kalangan ini utk menunjukkan kejantanannya di jalanan motor Harley Davidson atau Ducati yang pusatnya berada di Jalan Fatmawati harganya berkisar Rp 90-250 juta. Dan peminatnya membludak. Dengan gaya hidup seperti ini biaya perilaku yg harus dikeluarkan sedikitnya Rp 5 juta sehari. Artinya penghasilan per bulannya tentu ratusan juta rupiah atau malah ada yang bergaji Rp 2 milyar sebulan. Di balik semua ini tak bisa dibantah terpendam kekayaan puluhan milyar rupiah. Inilah yg dincar petugas pajak untuk menambal anggaran belanja negara yang menetapkan pendapatan 74% dari pajak. Diakui Budiman Sirod pajak mobil mewah saja bisa menyumbangkan 15% dari total penerimaan pajak. Jadi kalangan ini memang potensial diburu petugas pajak. Dari kalangan ini salah satu yang diburu termasuk pejabat negara yang “kaya mendadak.” Hal itu tampak pada beberapa anggota DPR yang sebelum pemilu hidupnya biasa-biasa saja tapi tiba-tiba bisa memiliki mobil mewah Lexus misalnya. Ada pula yang dulunya biasa naik bus kota menurut Komisi Penyelidikan Kekayaan Pejabat Negara kini memiliki harta puluhan milyar. Dan ini sudah menjadi rahasia umum. Majalah Forbes menempatkan pengusaha rokok Rachman Halim pemilik Gudang Garam dan Putera Sampurna dalam deretan orang kaya sedunia dengan nilai kekayaan masing-masing US 17 milyar dan US 13 milyar. Bila diteliti lebih jauh Indonesia ditaksir menyimpan kurang lbh 64.000 orang superkaya. Hal itu terlihat dari potensi aset private banking -uang yang dimiliki nasabah secara personal- yang ditaksir sebesar US$ 257 milyar. Angka tertinggi di Asia selain Jepang. Bahkan angka itu mengalahkan Taiwan yg memiliki cadangan devisa terbesar di dunia. Artinya tiap orang superkaya itu memiliki aset US$ 4 juta. Indonesia juga memiliki sekitar 61.000 rumah senilai di atas satu milyar rupiah. Salah satu buktinya terlihat dari kenaikan jumlah deposito yang terkumpul. Bila pada akhir 1997 jumlah deposito pribadi sebesar Rp 569 trilyun tahun berikutnya 1998 naik menjadi Rp 1826 trilyun. Hal itu akibat kebijakan uang ketat yang menggenjot bunga sampai 60% lebih pada waktu itu. Menurut sumber GAMMA ada seorang pensiunan jenderal memiliki simpanan sampai US$ 30 juta di Amerika Serikat. Artinya dari bunganya saja sebesar 5% per tahun ia bisa menghasilkan US$ 15 juta. Puluhan kali lipat dari gaji seorang presiden di AS. Wauw bukan main. Selama pejabat dan penyelenggara negara serta orang-orang superkaya lainnya tak punya mental kepekaan sosial maka tak akan pernah terwujud masyarakat aman makmur. (berdasarkan data dan sumber wartawarga.gunadarma.ac.id/.../kesenjangan-sosial-yang-mengakar/ - Tembolok 02-01-2011)
Dalam akhir-akhir ini banyak dibicarakan tentang Gayus Tambunan yang meremehkan hokum dan membuktikkan bahwa hukum di Indonesia dapat dibeli oleh uang. Dalam kenyataan ini sangat terlihat kesenjangan sosial yang mencolok di Indonesia bagaimana tidak? Gayus yang jelas merugikan uang negara yang besar diberi kebebasan yang leluasa serta memperoleh fasilitas tahanan yang baik, sedangkan orang yang hanya mencuri ayam dihukum secara berlebihan dan diperlakukan tidak baik. Para penegak hokum seolah-olah berkukuh pada UUD bila yang melakukan pelanggaran orang kecil yang tak mempuyai kekuasaan, Sedangkan bila yang melakukan pelanggaran hokum adalah orang-orang yang memiliki kekuasan dan uang, UUD hanya dianggap sebagai formalitas belaka.Di Indonesia kekurangan orang-orang yang jujur dan memiliki komitmen yang baik.
c). Fator-Faktor Kesenjangan Sosial
Kesenjangan sosial yang terjadi di Indonesia diakibat beberapa hal yaitu :
a. Kemiskinan
Menurut Lewis (1983), budaya kemiskinan dapat terwujud dalam berbagai konteks sejarah, namun lebih cendrung untuk tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat yang memiliki seperangkat kondisi:
(1) Sistem ekonomi uang, buruh upahan dan sistem produksi untuk keuntungan
(2) tetap tingginya tingkat pengangguran dan setengah pengangguran bagi tenaga tak terampil
(3) rendahnya upah buruh
(4) tidak berhasilnya golongan berpenghasilan rendah meningkatkan organisiasi sosial, ekonomi dan politiknya secara sukarela maupun atas prakarsa pemerintah
(5) sistem keluarga bilateral lebih menonjol daripada sistem unilateral, dan
(6) kuatnya seperangkat nilai-nilai pada kelas yang berkuasa yang menekankan penumpukan harta kekayaan dan adanya kemungkinan mobilitas vertical, dan sikap hemat, serta adanya anggapan bahwa rendahnya status ekonomi sebagai hasil ketidak sanggupan pribadi atau memang pada dasarnya sudah rendah kedudukannya.
Budaya kemiskinan bukanlah hanya merupakan adaptasi terhadap seperangkat syarat-syarat obyektif dari masyarakat yang lebih luas, sekali budaya tersebut sudah tumbuh, ia cendrung melanggengkan dirinya dari generasi ke generasi melaui pengaruhnya terhadap anak-anak. Budaya kemiskinan cendrung berkembang bila sistem-sistem ekonomi dan sosial yang berlapis-lapis rusak atau berganti, seperti masa pergantian feodalis ke kapitalis atau pada masa pesatnya perubahan teknologi. Budaya kemiskinan juga merupakan akibat penjajahan yakni struktur ekonomi dan sosial pribumi diobrak, sedangkan atatus golongan pribumi tetap dipertahankan rendah, juga dapat tumbuh dalam proses penghapusan suku. Budaya kemiskinan cendrung dimiliki oleh masyarakat strata sosial yang lebih rendah, masyarakat terasing, dan warga urban yang berasal dari buruh tani yang tidak memiliki tanah.
Menurut Parker Seymour dan Robert J. Kleiner (1983) formulasi kebudayaan kemiskinan mencakup pengertian bahwa semua orang yang terlibat dalam situasi tersebut memiliki aspirasi-aspirasi yang rendah sebagai salah satu bentuk adaptasi yang realistis. Beberapa ciri kebudyaan kemiskinan adalah :
(1) fatalisme,
(2) rendahnya tingkat aspirasi,
(3) rendahnya kemauan mengejar sasaran,
(4) kurang melihat kemajuan pribadi ,
(5) perasaan ketidak berdayaan/ketidakmampuan,
(6) Perasaan untuk selalu gagal,
(7) Perasaan menilai diri sendiri negatif,
(8) Pilihan sebagai posisi pekerja kasar, dan
(9) Tingkat kompromis yang menyedihkan.
Berkaitan dengan budaya sebagai fungsi adaptasi, maka suatu usaha yang sungguh-sungguh untuk mengubah nilai-nilai yang tidak diinginkan ini menuju ke arah yang sesuai dengan nilai-nilai golongan kelas menengah, dengan menggunakan metode-metodre psikiatri kesejahteraan sosial-pendidikan tanpa lebih dahulu (ataupun secara bersamaan) berusaha untuk secara berarti mengubah kenyataan kenyataan struktur sosial (pendapatan, pekerjaan, perumahan, dan pola-pola kebudayaan membatasi lingkup partisipasi sosial dan peyaluran kekuatan sosial) akan cendrung gagal. Budaya kemiskinan bukannya berasal dari kebodohan, melainkan justru berfungsi bagi penyesuaian diri.
Kemiskinan struktural menurut Selo Sumarjan (1980) adalah kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat karena struktur sosial masyarakat itu tidak dapat ikut menggunakan sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka. Kemiskinan strukturl adalah suasana kemiskinan yang dialami oleh suatu masyarakat yang penyebab utamanya bersumber pada struktur sosial, dan oleh karena itu dapat dicari pada struktur sosial yang berlaku dalam masyarakat itu sendiri. Golongan kaum miskin ini terdiri dari :
(1) Para petani yang tidak memiliki tanah sendiri,
(2) Petani yang tanah miliknya begitu kecil sehingga hasilnya tidak cukup untuk memberi makan kepada dirinya sendiri dan keluargamnya,
(3) Kaum buruh yang tidak terpelajar dan tidak terlatih (unskilled labourerds), dan
(4) Para pengusaha tanpa modal dan tanpa fasilitas dari pemerintah (golongan ekonomi lemah).
Kemiskinan struktural tidak sekedar terwujud dengan kekurangan sandang dan pangan saja, kemiskinan juga meliputi kekurangan fasilitas pemukiman yang sehat, kekurangan pendidikan, kekurangan komunikasi dengan dunia sekitarnya, sosial yang mantap.
Beberapa ciri kemiskinan struktural, menurut Alpian (1980) adalah
(1) Tidak ada atau lambannya mobilitas sosial (yang miskin akan tetap hidup dengan kemelaratanya dan yang kaya akan tetap menikmati kemewahannya),
(2) mereka terletak dalam kungkungan struktur sosial yang menyebabkan mereka kekurangan hasrat untuk meningkatkan taraf hidupnya, dan
(3) Struktur sosial yang berlaku telah melahirkan berbagai corak rintangan yang menghalangi mereka untuk maju. Pemecahan permasalahan kemiskinan akan bisa dilakukan bilamana struktur sosial yang berlaku itu dirubah secara mendasar.
Soedjatmoko (1984) memberikan contoh kemiskinan structural; (1) Pola stratifikasi (seperti dasar pemilikan dan penguasaan tanah) di desa mengurangi atau merusak pola kerukukan dan ikatan timbal-balik tradisional, (2) Struktur desa nelayan, yang sangat tergantung pada juragan di desanya sebagai pemilik kapal, dan (3) Golongan pengrajin di kota kecil atau pedesaan yang tergantung pada orang kota yang menguasai bahan dan pasarnya. Hal-hal tersebut memiliki implikasi tentang kemiskinan structural : (1) kebijakan ekonomi saja tidak mencukupi dalam usaha mengatasi ketimpangan-ketimpangan struktural, dimensi struktural perlu dihadapi juga terutama di pedesaan; dan (2) perlunya pola organisasi institusi masyarakat pedesan yang disesuaikan dengan keperluannya, sebaga sarana untuk mengurangi ketimpangan dan meningkatkan bargaining power, dan perlunya proses Sosial learning yang spesifik dengan kondisi setempat.
Adam Malik (1980) mengemukakan bahwa untuk mencari jalan agar struktur masyarakat Indonesia dapat diubah sedemikian rupa sehingga tidak terdapat lagi di dalamnya kemelaratan structural. Bantuan yang terpenting bagi golongan masyarakat yang menderita kemiskinan struktural adalah bantuan agar mereka kemudian mampu membantu dirinya sendiri. Bagaimanapun kegiatan pembangunan yang berorientasi pertumbuhan maupun pemerataan tidak dapat mengihilangkan adanya kemiskinan struktural.
Pada hakekatnya perbedaan antara si kaya dengan si miskin tetap akan ada, dalam sistem sosial ekonomi manapun. Yang lebih diperlukan adalah bagaimana lebih memperkecil kesenjangan sehingga lebih mendekati perasaan keadilan sosial. Sudjatmoko (1984) berpendapat bahwa, pembangunan yang semata-mata mengutamakan pertumbuhan ekonomi akan melanggengkan ketimpangan struktural. Pola netes ke bawah memungkinkan berkembangnya perbedaan ekonomi, dan prilaku pola mencari nafkah dari pertanian ke non pertanian, tetapi proses ini akan lamban dan harus diikuti dengan pertumbuhan yang tinggi. Kemiskinan tidak dapat diatasi hanya dengan membantu golongan miskin saja, tanpa menghadapi dimensi-dimensi struktural seperti ketergntungan, dan eksploitasi. Permasalahannya adalah dimensi-dimensi struktural manakah yang mempengarhui secara langsung terjadinya kemiskinan, bagaimana ketepatan dimensi untuk kondisi sosial budaya setempat. wartawarga.gunadarma.ac.id/.../kesenjangan-sosial-yang-mengakar/ - Tembolok
b. Lapangan Pekerjaan
Lapangan pekerjaan memiliki pengaruh yang sangat besar dalam perekonomian masyarakat,sedangan perekonomian menjadi fartor terjadinya kesenjangan sosial. Sempitnya lapangan pekerjaan di Indonesia menjadikan pengangguran yang sangat besar di Indonesia dan merupakan pekerjaan bagi pemerintah saat ini.

d). Pemecahan dan Solusi Kesenjangan Sosial Di Indonesia
Indonesia merupakan negara yang besar dan salah satu negara yang memiliki kepulauan yang banyak serta letaknya berjauhan. Kesenjangan sosial sangatlah mungkin terjadi di Indonesia karena banyak daerah-daerah terpencil yang terisolir dari keramaian. Dan Indonesia adalah suatu negara yang tingkat korupsinya sangat tinggi, di dunia Indonesia masuk dalam 5 besar negara terkorup.Sebenarnya Indonesia mampu menjadi negara yang maju dan menjadi negara yang mampu menyejahterakan masyarakatnya. Kerana Indonesia memiliki sumber daya alam yang sangat kaya dan melimpah tetapi kenapa masih terjadi kesenjangan sosial yang sangat mencolok. Ini menjadi pertanyakan besar yang perlu adanya jawaban dan titik terang. Dalam hal ini merupakan tugas bagi pemerintah sekarang,bagaimana lebih menyejahterakan masyarakat serta meminimalis kesenjangan sosisal. Banyak hal yang bisa dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pemecahan kesenjangan sosial yang terjadidi masyarakat.
Upaya-upaya yang harus dilakukan pemerintah untuk pemecahan masalah kesenjangan sosial yang terjadi di Indonesia:
1. Meminimalis (KKN) dan memberantas korupsi dalam upaya meningkatan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah telah membentuk suatu lembaga yang bertugas memberantas (KKN) di Indonesia. Indonesia telah mulai berbenah diri namun dalam beberapa kasus soal korupsi KPK dinilai masih tebang pilih dalam menindak masalah korupsi. Misalnya kasus tentang bank century belum menemukan titik terang dan seolah-olah mengakiri kasus itu. Pemerintah harus selalu berbenah diri karena dengan meminimaliskan (KKN) yang terjadi mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan dana yang ada.
2. Meningkatkan system keadilan di Indonesia serta melakukan pengawasan yang ketat terhadap mafia hukum. Masih banyak mafia hokum merajarela di Indonesia itu yang semakin membuat kesenjangan sosial di Indonesia makin mencolok.
Keadilan saat ini sangatlah sulit untuk ditegagakkan bagaimana tidak! Seorang koruptor ditahan namun semua fasilitas sudah tercukupi di dalam ruang tahanan. Sedangkan bagaimana dengan nasib seorang masyarakat kecil yang hanya mencuri ayam misalnya, mereka melakukan dengan seenak mereka kadang juga mereka menyiksa dengan tidak prikemanusiaan. Hal ini sangatlah menunjukkan kesenjangan sosial di Indonesia sangatlah mencolok antara pihak kaya atau pihak yang mempunyai penguasa antara rakyat kecil atau orang miskin.

E. PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas memberikan pandangan tentang kinerja pemerintah yang masih harus terus ditingkatkan lagi,dan benar-benar memperhatikan kondisi kesenjangan di lingkungan kehidupan bermasyarakat,berbangsa,dan bernegara.Agar setiap rakyat indonesia dapat memiliki penghidupan yang layak dan bertanggung jawab. Sebagaimana dari fungsi negara itu sendiri yang harus menyejahterakan masyarakat sesuai UUD yang telah mengaturnya.Supaya keadilan, kesejahteraan bisa terwujud serta merata adalah tanggung jawab kita bersama maka mulailah dengan diri kita sendiri dengan peduli dengan sesama.